Dua puluh tiga

1.7K 208 20
                                    


Don't Like Don't Read

.

.

.

.

.

Hinata menatap sendu wajah putranya yang masih nampak pucat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hinata menatap sendu wajah putranya yang masih nampak pucat. Demamnya pun tak kunjung turun, dan ini sudah hari ke tiga namun Boruto tak menunjukkan perubahan akan kondisinya. Hinata pun sama sekali tak beranjak dari tempat duduknya di samping sang putra.

"Ayah..." dan ini untuk kesekian kalinya Hinata mendengar Boruto terus menerus memanggil Ayahnya. Hati Hinata merasa sakit dan berdenyut nyeri, dirinya ada di sini namun kenapa Boruto hanya memanggil Ayahnya saja.

Tangan putranya yang tertancap jarum infus itupun ia angkat perlahan, mengelusnya guna memberikan ketenangan. Hinata memilih merawat Boruto di rumah saja ketimbang membawanya ke rumah sakit.

"Ayah..." lagi Boruto mengigau memanggil Naruto, keringat di dahinya semakin banyak.

"Ibu di sini nak, Boruto tenanglah," air mata itu mengalir deras melihat betapa lemahnya tubuh kecil putranya. Semenjak Boruto tinggal bersamanya, Hinata begitu merasa bahagia kendati Boruto tak menunjukkan raut bahagia seperti yang ia rasakan. Namun Hinata terus berusaha menjadi Ibu yang baik untuk Boruto, guna menebus waktunya yang tak pernah ada untuk sang putra sedari dulu. Hinata memenuhi semua keperluan anaknya, bahkan banyak sekali mainan yang ia belikan untuk Boruto.

Dan demi menuruti keinginan putranya, Hinata tak memindahkan Boruto dari sekolah awalnya. Hinata juga tahu, Naruto selalu mengawasi mereka dari kejauhan. Setiap kali Naruto akan mendekat saat Boruto keluar dari gerbang sekolah, dengan sigap pula Hinata membawa Boruto pulang tanpa membiarkan Boruto sendiri sampai melihat kehadiran Naruto.

Kejam?

Ya, Hinata akui ia begitu kejam dan bertindak egois. Padahal dia sendiri tahu bagaimana rasanya terpisah dengan anak yang mereka sayang. Namun lagi-lagi egonya mengambil alih logika maupun perasaannya. Tak rela rasanya memberikan ruang akses untuk Naruto menemui Boruto.

"A-ayah... Aku ke-kedinginan, ta-tapi tubuhku ra-sanya panas... Peluk a-aku Ayah..." kepalanya menggeleng dengan tubuh yang kembali menggigil, Boruto terus saja meracau dibawah alam sadarnya.

"Ibu di sini nak, sadarlah Boruto!" Hinata mengecup tangan lemah itu berkali-kali, sedang tangannya yang sebelah membelai kening Boruto lembut.

"HINATA...!! KELUARLAH HINATA...!!"

Hinata tersentak kaget mendengar namanya di panggil dengan cukup kencang, dan Hinata mengenal betul pemilik suara itu, "Naruto-kun."
gumamnya, lalu beranjak mendekati jendela. Menarik gorden itu sedikit dan melihat ke arah suara.

Forever LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang