"Tadaima."Boruto mendongak kala mendengar suara bariton khas milik Ayahnya menggema mengucapkan salam di ikuti dengan suara pintu yang terbuka.
"Okaeri,,Ayah."jawabnya dan berusaha berdiri dari duduknya, Naruto yang melihat gelagat sang putra langsung menghentikan pergerakan Boruto.
"Tak perlu bangun Boru, tetaplah disitu."ujarnya menatap sang anak, membuat Boruto kembali mendudukkan dirinya.
Naruto pun berjalan mendekati Boruto, dan ikut duduk disebelah kanan nya mengusak surai kuning seperti miliknya,kebiasaan Naruto jika pulang dan pergi kerja kemudian mengecup keningnya.
"Ayah berhenti mengusak rambut dan mencium keningku, aku ini sudah besar."ujarnya bersedekap dada disertai bibir mengerucut dengan pipi mengembung. Sebenarnya Boruto tak sungguh-sungguh berkata seperti itu, ia senang Ayahnya melakukan hal tersebut. Bukannya berhenti, Naruto malah kembali mengulang aksinya menjahili putranya yang sangat menggemaskan. Mencubit pipi dan hidung Boruto sampai memerah.
"Ayaaahhh...."rengek nya manja malah membuat Naruto tertawa keras.
"Bagi Ayah kau tetaplah putra kecil Ayah Boru,selamanya."ungkap Naruto memandang lekat duplikat kecil didepannya ini.
"Mana bisa begitu, bukankah nanti aku akan menjadi dewasa seperti Ayah."
"Kau benar nak, kau akan menjadi dewasa dan memiliki kehidupanmu sendiri nantinya tapi, seperti yang Ayah katakan barusan, sedewasa apapun dirimu di mata Ayah kau tetaplah putra kecilnya Ayah."jawab Naruto tulus menatap dalam wajah yang begitu mirip dengannya. Kilasan balik bagaimana ia berjuang sendiri menghidupi sang putra berputar di kepala nya,tanpa sosok sang istri yang menemani. Perjuangan yang sangat sulit, apalagi melihat kondisi Boruto yang seperti ini,membuat dirinya merasa gagal menjadi seorang Ayah.
Boruto mengulas senyum di bibirnya dan menghabur ke dalam pelukan Naruto."Boruto sayang Ayah."dan Naruto membalas mendekap tubuh kecil Boruto dengan sayang.
"Ayah juga sayang Boruto."
Kruyuukkk~~~~
Boruto mendongak menatap wajah Naruto yang kini tengah menyengir menatap dirinya, dengan tangan yang menggaruk pipinya yang tak gatal sama sekali. Hingga...
Kruyuukkk~~~~
Bunyi perut itu kembali terdengar dan kini berasal dari perut Boruto sendiri. Boruto menunduk sembari memegang perutnya lalu menatap Naruto kembali sehingga tawa keduanya pun pecah bersama.
"Kenapa kau belum makan.?"tanya Naruto setelah menghentikan tawanya pada Boruto.
"Aku menunggu Ayah."jawaban yang diberikan Boruto mengulas senyum Naruto dan untuk kesekian kalinya ia mengacak surai putranya.
"Jangan tunggu Ayah, kalau kau sudah lapar makan saja dulu bukankah Ayah selalu menyimpan makanan di dalam kulkas sana,kau hanya tinggal hangatkan saja."ujar Naruto, kadang ia merasa bersalah dan sedih kala membayangkan bagaimana Boruto harus menyiapkan makanannya sendiri jika ia belum pulang bekerja. Namun Boruto selalu bisa menenangkan dirinya dengan berkata 'Ayah tenang saja,aku bisa melakukan nya sendiri.' kata-kata itu selalu Boruto jadikan alasan walau sebenarnya Boruto begitu bersusah payah berjalan kearah dapur ketika ingin makan.
Boruto tak ingin terus membebani pikiran Ayahnya,karena itu bisa membuat konsentrasi Ayahnya saat bekerja terbagi ketika dirinya harus mengatakan yang sebenarnya.
"Hah,baiklah mau bagaimana lagi kalau itu maumu, ayo sebaiknya kita makan Ayah benar-benar lapar."
"Um...tadi nenek buyut Chiyo datang membawakan makanan, dia menyimpannya di kulkas juga, katanya Ayah tinggal menghangatkannya saja jika ingin makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Love
FanfictionMenjadi orang tua tunggal untuk putranya, membuat Naruto berusaha membahagiakan sang putra seorang diri. Setelah berpisah dengan istri tercintanya, karena Hiashi tak merestui hubungan mereka. "Ayah bagaimana wajah ibuku?" "Jangan pisahkan aku dengan...