Don't Like Don't Read
..
.
.
.
"To-toneri?!"
Sang empu nama tak kalah terkejut, saat penyamarannya terbongkar. Namun beberapa detik kemudian, wajah yang semula terkejut itu kini menampilkan seringai tipis di bibirnya.
"Yah... ketahuan, ya?" ujarnya santai dan terkesan mengejek. Lalu menyugar rambutnya yang basah, saat ia juga melepas wig yang dikenakannya.
"Ba-bagaimana bisa?" ucap Naruto tak percaya.
"Hahaha... Kenapa? Terkejut, heh?" ucap Toneri masih dengan nada yang mengejek. "Apa yang tidak bisa ku lakukan, Naruto. Bahkan nyawamu pun bisa ku hilangkan seperti, mertuamu itu, mungkin?" imbuhnya kemudian. Seraya memiringkan kepalanya melihat tubuh Hiashi yang sedang di tangani dengan seringai tipis, seakan tanpa dosa.
"Brengsek! Biadab kau, Toneri!" pekik Hinata geram.
"Hahaha..." Toneri tertawa dengan angkuhnya. Namun, tak lama tatapannya seketika menajam. "Sekarang!" teriak Toneri pada anak buahnya, yang ternyata menyamar sebagai polisi tersebut.
Mendengar teriakan Toneri sontak membuat Naruto dan Hinata terkejut. Naruto yang sebelumnya berpikir mereka adalah polisi sungguhan, nyatanya bukan. Pantas saja merasa janggal dengan gelagat keduanya sebelumnya. Sehingga Naruto sempat berpikir buruk pada kinerja petugas kepolisian setempat.
Dengan gerakan cepat, salah satu dari mereka mendekat ke arah brangkar Hiashi, dan menodongkan senjata api di tangannya ke arah kepala sang Dokter. "Angkat tanganmu dari tubuhnya, jika kau sayang nyawamu," ucapnya penuh penekanan.
Dokter itu pun seketika menghentikan pergerakannya, lalu mengangkat kedua tangannya ke atas. Keringat dingin mengalir dari pelipis sang Dokter, begitu juga dengan perawat yang ada di sana.
Menyelamatkan nyawa pasien memang tugas mereka, namun apa yang bisa mereka lakukan saat nyawa mereka juga tengah terancam sekarang?
"Toneri, apa yang kau lakukan?" geram Naruto menatap tak kalah tajam sosok Toneri yang berdiri congkak di hadapannya.
"Toneri! Apa ini?" pekik Hinata dengan raut khawatir, menatap bergantian antara tubuh Ayahnya, juga layar monitor yang menunjukkan garis lurus.
"Apa kau gila?" hardik Hinata kembali. Matanya sudah memerah menahan air mata juga amarahnya.
"Iya, aku gila. Gila karena mu, Hinata. Kau tidak pernah mau melihat ketulusan cintaku, karena pria miskin ini," jawab Toneri dengan telunjuk menunjuk ke arah Naruto yang hanya terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Love
FanfictionMenjadi orang tua tunggal untuk putranya, membuat Naruto berusaha membahagiakan sang putra seorang diri. Setelah berpisah dengan istri tercintanya, karena Hiashi tak merestui hubungan mereka. "Ayah bagaimana wajah ibuku?" "Jangan pisahkan aku dengan...