"Nih, pesananmu soto masakan isteriku Keysa. Makan dan habiskanlah." Arkan dengan ketusnya menaruh bekal makan siangnya kehadapan Syaniah.
Ternyata Daren dan Syaniah belum pergi dan dengan setianya menanti Arkan kembali sambil bersantai. Menganggap ruang kerja Arkan selayaknya rumah sendiri.
Menyadari Arkan hanya membawa satu kota bekal membuat hati seorang Syaniah tercubit dan tak tega. Bukannya memakan soto yang Arkan berikan, Syaniah malah mendorong wadah tupperware tempat soto tersebut menjauh darinya kemudian menggeleng.
"Apalagi? Hahhh!!" Arkan membentak menaikkan nada suaranya tak terima dengan perlakuan Syaniah.
Melihat hal itu Daren tak diam saja serta merasa murka pada sikap Arkan pada Syaniah.
"Jangan membentaknya, Dude! Nia sedang hamil dimana pikiranmu sehingga bisa sekasar itu. Jika sampai calon bayiku kaget hingga sakit nantinya, memangnya kamu mau tanggung jawab?!" Balik Daren mengeram menatap tajam Arkan.
"Hey, kenapa jadi aku yang salah di sini? Aku sudah memberikan apa yang wanita bar-bar ini ingin lalu lihatlah kelakuannya dimendorong tupperware yang berisikan soto yang aku bawa dari rumah. Isteri sudah susah payah memasakkan untuknya, lalu aku sebagai suami diam saja melihat masakan isteriku dibiarkan begitu saja?" Balas Arkan tak kalah sengit mengomeli Daren.
"Tapi Nia sedang hamil, Dude. Harusnya kamu lebih memahami dan memakluminnya." Daren membantah melontarkan perkataan bijaknya.
"Baiklah jika begitu. Aku paham dan aku memakluminya, namun bagaimana dengan isteriku, bagaimana dengan masakannya yang telah disiasiakan? Tidakkah kalian bisa menghargainya?" Kata Arkan dengan sengitnya membuat Daren terdiam tak tau harus menjawab apa, sementara Syaniah malah menunduk entah karena apa.
"Maaf ..." ucap Syaniah dengan lirihnya. Sungguh ini bukanlah Syaniah yang biasanya suka meledak dan emosian seperti Daren.
Akan tetapi sejak mengandung Syaniah berubah menjadi penyabar, pemaaf, gampang tersentuh hatinya dan ramah terhadap sekitarnya. Mungkin hal itu terjadi bawaan dari bayi yang masih berada dalam kandungannya atau entahlah, apapun itu telah merubah banyak sikaf dan kelakuan Syaniah.
"Bukan seperti yang kamu duga," lanjut Syaniah menatap pada Arkan dengan takut-takut. "Aku cuma tak tega memakan bekal milikmu yang hanya satu, jika aku makan lalu kamu makan apa?" Tanya Syaniah dengan raut wajah polos disertai tatapan sendu bercampur tak tega seperti yang dikatakannya.
Mendengar itu Daren mendengus kasar. "Kau dengar hal itu, Nia tak tega," kata Daren dengan ketusnya.
"Oh Nia yang malang, cup-cup jangan sedih aku di sini bersamamu akan menjadi perisai pelindung yang melawan makhluk-makhluk jahat seperti dia." Daren beralih menenangkan Syaniah yang terlihat berbinar matanya hampir mengeluarkan air matanya.
Arkan hanya berdecih tak suka mendengarnya, lantaran kesal. Akan tetapi Arkan tidak membalas kembali lantasan malas berdebat. Laki-laki itu mulai mengabaikan keberadaan dua makhluk yang menurutnya tak tahu diri di dalam ruangannya. Sial, seharusnya dua orang itu pergi segera, mengganggu pemandangan saja begitulah rutukan Arkan dalam benaknya.
Sementara itu Syaniah ternyata peka, dapat merasakan hawa pengusiran pun meminta pulang pada Daren.
"Kita pulang saja, ya ..." rengek Syaniah meminta penuh pengharapan dengan wajah polos menggemaskannya menatap Daren.
"Tentu saja, untuk apa kita berlama-lama diruangan yang mirip neraka ini. Ayo, berdirilah kita pulang sekarang juga." Daren dengan gentle menuntun Syaniah penuh perhatian. Keduanya keluar diiringi gerutuan dari Arkan yang meluap.
"Pulang sana, jangan kembali lagi! Ch, memang siapa yang butuh kalian di sini. Asal kalian tau saja, keberadaan kalian di sini sudah menggangguku!!"
Brakk!!! Daren dengan sengaja menutup pintu ruang kerja Arkan dari luar dengan membanting keras sampai menimbulkan suara.
"Sialan, berani-beraninya kau! Daren pecundang, aku akan mencatat ganti rugi kerusakan pintuku di dalam catatan hutangmu kepadaku!" Arkan memperingatkan dengan sedikit berteriak.
Selang beberapa saat kemudian, Daren kembali muncul masuk dari balik pintu.
"Apalagi? Hahh!!" Sinis Arkan menatap tajam.
Daren yang melihatnya, hanya mengangkat bahunya acuh lantas mengambil tupperware isi soto dan membawanya keluar dengan cepat sebelum Arkan kembali mengamukinya.
***
"Keysa Sayang, bisakah kamu memasak makan siang untukku kembali dan mengantarnya ke perusahaan ..." kata Arkan setengah merayu isterinya dari balik telepon yang terhubung.
"Kenapa, bukankan satu jam lalu kamu sudah membawa makan siangmu? Apakah itu terlalu sedikit dan kamu masih lapar??" Tanya Keysa dengan herannya.
Sebenarnya Arkan bisa saja memesan atau meminta bantuan sekretarisnya untuk membelikan makan siang untuknya, namun melihat Daren rela yang kembali tanpa takut diamukinya beberapa saat lalu hanya demi mengambil soto buatan Keysa yang tertinggal, membuat Arkan menjadi sangat ingin memakan masakan isterinya siang ini.
"Hm, begitulah." Arkan menjawab membenarkan pertanyaan Keysa.
Terdengar helaan nafas dari Keysa di telepon, Arkan pikir Keysa akan menolaknya atau Arkan harus berusaha merayu Keysa agar mendapatkan keinginannya. Akan tetapi saat Keysa melontarkan kalimatnya hal itu malah membuat Arkan bahagia.
"Tentu saja, apapun untuk suamiku. Jadi katakan sekarang kamu mau makan apa?" Tawar Keysa.
"Hanya empat potong paha ayam dimasak seperti apa saja aku akan memakannya." Arkan menjawab tanpa ragu.
"Empat kamu bilang hanya? Bukankah sudah banyak, tapi baiklah aku akan memasaknya khusus untukmu," ujar Keysa memberitahu.
"Baikah aku akan menunggumu."
Satu jam lebih kemudian, Keysa pun datang sambil membawakan pesanan Arkan. Belum duduk isterinya itu sudah mengamuk mengomelinya.
"Harusnya tadi kamu makan sotomu di rumah sehingga kalau keadaan lambung raksasamu itu tidak perlu menjerit kelaparan. Sekarang lihatlah ini sudah setengah lima sore dan kamu baru makan siang, yang benar saja!" Gerutu Keysa sambil mempersiapkan makanan yang dibawanya ke atas meja.
Arkan yang melihat hal itu merasa tersentuh, beginikah Keysa yang dulu tega memanfaatkannya? Begitu khawatiran dan perhatian. Tapi apa yang Arkan lakukan selama ini kepadanya, gelap mata dan menyiksa serta menyakitinya tanpa belas kasihan. Sungguh selama ini dia telah menjadi suami biadap dan bajingannn.
Hanya karena tidak terima kata-kata Keysa pada masa SMA, telah mengakibatkan dirinya berdosa banyak pada isterinya. Harusnya apapun yang berada di masa lalu tak pantas ada saat hal itu malah dengan jelas membawa petaka yang memperondakkan masa sekarang. Harusnya kejadian silam Arkan lupakan saja atau setidaknya harusnya Arkan memperbaiki kelakuan buruk isterinya, bukan malah menghukumnya tanpa ampunan dan mengakibatkan banyak penyesalan.
"Maafkan aku, Keysa," hanya ucapan itu yang mampu Arkan lontarkan setelah mengingat banyak penyesalannya.
Keysa yang mendengarkan hal itu berpikir Arkan minta maaf atas kecerobohannya yang makan telat sehingga ia mengangguk saja, padahal Arkan mengatakan maaf untuk hal lainnya, untuk penyesalan, kesalahan, juga kejahatannya sebagai seorang suami.
"Hm, yasudah. Sekarang kemarilah, lupakan pekerjaanmu sejenak dan makanlah." Keysa tersenyum dan Arkan pun mengampirinya setelah membereskan pekerjaannya. "Aku memang yang salah tadi, harusnya aku ingat lambungmu raksasa. Sedikit soto mana cukup untuk makan siangmu, maafkan aku," lanjut Keysa yang diangguki oleh Arkan.
'Kamu begitu perhatian kepadaku, Keysa. Tapi bagaimana denganku yang selama ini malah balas menyakitimu begitu keterlaluan. Harusnya akulah yang meminta maaf bukan kamu, maafkan aku, sayang ...' lanjut Arkan membatin.
***
To be continued
29-12-2020

KAMU SEDANG MEMBACA
Unwanted Love [Lengkap]
Teen FictionApa jadinya Keysa seorang anggota tim WO yang bekerja mengurusi persiapan pernikahan, dipertemukan dengan Arkan mantan kekasihnya sewaktu SMA sebagai kliennya. Mantannya akan menikah dan Keysa yang mengurusi pernikahannya? Namun apa jadinya tanpa Ke...