[ Chapter 32 ] Tentang Rasa dan Sebuah Keputusan

204 39 31
                                    

"Kini kamu telah menjadi lagu sedih favoritku,"

-Im Nayeon

•••

Gadis itu perlahan membuka matanya. Samar samar ia melihat seorang pemuda di hadapannya yang tak sadarkan diri dengan darah yang masih mengalir hidungnya. Nayeon merasa tubuhnya baru saja terhantam di atas tanah dengan sangat kencang yang membuat gadis itu sulit untuk menggerakkan tubuhnya sendiri.

Tubuhnya benar benar mati rasa.

Pandangannya tiba tiba saja memburam bersamaan dengan cairan bening yang keluar dari pelupuk matanya. Sayup sayup ia mendengar suara derap langkah kaki kencang diiringi dengan suara teriakan seseorang.

"NAYEON!"

•••

"Gimana keadaannya?" tanya pemuda itu pada seorang dokter yang baru saja keluar dari dalam ruangan.

"Keadaan mereka sudah mulai membaik. Hanya saja mereka harus memiliki istirahat yang cukup,"

Pemuda itu menarik nafas lega. "Kalau pasien yang perempuan sekarang sudah bisa dikunjungi?"

Dokter itu terkekeh pelan. "Sudah, pacar kamu sudah bisa dijenguk. Tapi jangan terlalu membuatnya lelah ya? Tapi kamu tolong bantu dia, karena mungkin dia masih sedikit kesakitan di bagian tangannya akibat benturan tadi,"

Pemuda itu tersenyum hambar. Pacar? Rasanya sudah lama sekali ia tidak mendengar kata itu di telinganya.

•••

"Lo gak apa apa kan?" tanya pemuda itu sambil menatap manik gadis yang terbaring dihadapannya.

Gadis itu tersenyum kecil. "Gue gak papa kok. Makasih ya, Ren. Lo udah nyelamatin gue sama Guanlin." 

Gadis itu menarik nafas panjang. Pandangannya kini beralih menatap pemuda yang terbaring tak jauh dari sana.

"Guanlin, dia baik baik aja kan?"

"Kata dokter kondisinya udah mulai membaik. Jangan khawatir," ujar pemuda itu sambil mengusap pelan rambut Nayeon

Renjun menarik nafas pelan lalu tersenyum simpul. "Nay, kita cari angin sebentar yuk?"

•••

"Makan dulu nih," ujar pemuda itu sambil menyodorkan sebungkus roti coklat pada Nayeon.

Saat ini, mereka berdua memilih duduk di salah satu kursi taman belakang rumah sakit. Hening menyelimuti mereka sejak tadi. Pandangan Nayeon kini tertuju pada senja dilangit yang perlahan hampir menghilang. 

Gadis itu menarik nafas panjang. Pandangan kini beralih menatap manik pemuda di sampingnya. "Gue udah mutusin buat kuliah di Jerman,"


Pemuda itu membulatkan matanya. "Kenapa gak kuliah di dalam negeri aja?"

Nayeon menarik nafas pelan lalu tersenyum kecil. "Selama gue pergi nanti, lupain gue ya?"

Renjun membuang nafas kasar. Bagaimana bisa gadis ini menyuruhnya untuk melupakan dirinya dengan senyum semanis itu?

"Gimana bisa gue lupain lo sedangkan lo masih jadi bagian yang paling penting dalam hidup gue, Nay?"

Sebuah Rasa [Selesai ]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang