Bab 33 : Berita Baik

997 105 27
                                    


•●•

Tiffany membuka pintu ruang kerjanya dengan helaan napas begitu panjang. Hari ini sejak pagi dia sudah diajak rapat, bertemu klien, bahkan memiliki rencana untuk membuka butik baru di Gangnam yang rumornya memiliki potensi baik untuk perancang busana seperti dirinya.

Maka bukan hal baru jika belakangan ini Tiffany sering melewatkan jam makan siang. Memilih memejamkan mata di ruang kerjanya selagi menunggu jadwal selanjutnya. Semua orang mengenal Tiffany sebagai orang yang prefeksionis, tak boleh salah sedikit.

Namun kalau ketiga sahabatnya tahu, dia sudah ditendang bokongnya berkali-kali karena melewatkan makan. Pasalnya Tiffany pernah masuk rumah sakit karena penyakut tifus dan belum lagi sederet masalah lambung. Tiffany juga pernah operasi usus buntu sewaktu kuliah dulu.

Namanya bandel ya tetap saja bandel. Tiffany senang menunda makan, tapi tak bisa menunda kerjaan. Itulah dia. Tetapi kali ini ada yang berbeda, sudah belakangan ini dia menemukan kotak makan di ruang kerjanya.

Hari inipun sama. Tak perlu Tiffany tahu pengirimnya, ada sebuah catatan kecil dengan nama restoran tempat makanan itu dipesan tertinggal.

Tertulis di sana.

Jangan lupa makan, Tiffku.
Kudengar kau suka makanan Tiongkok, makan Jjampongnya selagi hangat. Minta hangatkan kalau sudah dingin.

N.

Bibir Tiffany melukiskan senyum. Norak sekali catatan seperti ini, namun dia menatap bungkusan makanan yang katanya datang lima menit sebelum dirinya. Lalu berbalik menatap sang asistennya yang terpukau tak menyangka. Bosnya memiliki seorang pengaggum rahasia.

Bukan rahasia, kalau Tiffany tahu nama pengirimnya. Dan lagi, apa itu 'Tiffku'?

Konyol.

"Kali ini dari orang yang sama?"

Tiffany menyembunyikan catatan tersebut ke dalam laci mejanya. "Hm. Masih dia."

Sang asisten menganga terperangah. "Kukira hal semacam ini hanya ada di drama saja, rupanya kehidupan nyata juga bisa."

Tawa berderai renyah.

"Aku ingin tahu siapa pengirimnya. Kau kenal?"

"Cukup kenal."

"Kenapa tidak membalas catatanya?"

Tiffany tersenyum misterius, tak lama ponselnya berdering, satu nama muncul di sana. Segera dia angkat dengan sedikit menjauhi sang asisten yang baru saja hendak menguping.

"Halo."

"Apa makanannya sudah sampai?"

Tiffany terkekeh. "Kau yang pesan, Tuan Choi?"

Nick yang tengah memantau restoran barunya itu tersenyum kecil. "Aku hanya bertanya, yang mengirim seorang peramal."

"Aku ingin sampaikan terima kasih pada peramal itu."

"Tersampaikan."

Tiffany tertawa kecil, berkeliling di sekitar lobby butiknya yang cukup luas, seraya memandang luar jalanan kota Seoul yang cukup padat di siang ini.

Love Scenario - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang