Ujung rokok yang masih menyala ia gesekkan ke asbak. Mengepulkan asap terakhir dari rokok tersebut. Matanya memincing, menatap sosok perempuan yang baru saja masuk melalui teras kosan.
Tyan mendengus kasar. Lagi-lagi ulah Oce, gadis itu memang sangat keras kepala. Pulang melewati jam sepuluh malam; di mana itu termasuk waktu warning untuk seluruh penghuni kosan yang rata-rata masih menempuh pendidikan tingkat akhir dan mahasiswa yang sibuk meraih acc dari dosen pembimbing.
"Pulang malem terooos! Sekalian nggak pulang aja! Enak tuh."
Tyan membuka pintu balkon, turun melalui tangga dengan cepat. Menyidang Oce yang baru saja meneguk air dingin dari kulkas dengan lega.
"Ya kenapa sih? Ini 'kan baru jam sembilan lebih lima puluh." Oce meraih botolnya kembali saat Tyan menyambarnya. Lelaki itu sangat tidak peka, tenggorokannya sekarang terasa begitu kering. Butuh pasokan air dingin tanpa siraman kuah mercon dari kakak tingkatnya itu.
Tyan mengerutkan alis sebal.
"Ya itu namanya hampir ngelewatin aturan di kosan ini. Lo tau nggak? Lo sama kata tolol itu nggak ada bedanya." Tyan mengangkat jari telunjuknya, memberikan jentikan di dahi Oce hingga membuat gadis itu berteriak protes.
Seluruh area dapur gelap gulita, tidak ada penerangan kecuali lampu dari kulkas yang masih terbuka pintunya. Sedangkan Tyan sendiri buru-buru menghidupkan saklar lampu sebelum disangka tidak-tidak oleh penghuni kos lain.
"Lo ulangin lagi, gue yakin nama lo bakal terpampang di slogan depan kosan," gerutu lelaki itu. Dengan santai meminum air dari botol bekas Oce. Oce sendiri hanya melotot melihat tingkahnya.
Mulut Oce langsung tertutup saat Tyan sudah memberikan aba-aba jika dirinya yang akan mengambil alih seluruh topik pembicaraan. Pantas, dari awal wajahnya sudah kembang-kempis tak karuan.
"Apa?? Bilang urusan kelompok kayak kemarin?? Halah! Mana ada orang yang mau ngerjain tugas di luar rumah jam segini??"
"Bang—"
"Ck! Nggak usah cari alasan! Tuh, di lemari ada lauk yang udah diangetin Jennie tadi sore! Lo angetin aja balik, nggak mungkin 'kan, lo nggak lapar. Secara 'kan perut lo perut karet. Porsi kuli lagi." Tyan terkekeh sinis.
Tyan berbalik ke atas menuju kamarnya sembari membawa botol minuman dingin. Meninggalkan Oce yang kini menatap tajam punggung lelaki itu seolah-olah ingin melubanginya.
Oce berbalik dan menendang udara, walaupun akhirnya meringis karena jari kakinya terkena kaki meja. Ia mengumpat pelan. Namun dibalik itu, dia mengaku, jika Tyan adalah sosok kakak yang begitu perhatian kepada anak kos lainnya walaupun harus menunjukkan kuah mercon andalannya terlebih dahulu.
Sebentar, yang selalu dibentak-bentak 'kan hanya Oce? Terus, yang selalu diejek juga dirinya. Yang selalu ditunggu sampe pulang ke rumah walaupun rela-rela begadang juga cuma Oce seorang?
Jadi, maksud Tyan minggu kemarin tuh apa??
•~•'•~•
Jennie menenteng sepatunya saat kakinya menapak tangga. Melihat sebuah bayangan rambut berwarna orange cetar. Siapa lagi orang gila di kosan yang sudi mewarnai rambutnya seterik matahari jika bukan Jungwoo?
"Ada kelas Mbak?" Jungwoo bertanya sembari mengunyah roti selai miliknya.
Jennie mengangguk. Tangannya sibuk memasukkan ponsel ke dalam tas kecil miliknya. Jika ditanya di kosan ini siapa yang paling ribet, jawabannya adalah Jennie. Tentu saja, si gadis yang selalu mementingkan fashion. Jangan kaget jika menemukan tiga jenis lipstik di tas selempang kecil yang selalu dia tenteng ke mana-mana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah BuRonan (Republish)
أدب الهواة⚠️Warning!⚠️ (Pertama kali buat story. Bahasa super duper berantakan. Ditambah lagi alur macem sinetron^^) Menceritakan seorang Tyan yang kesulitan mengatur adik tingkatnya untuk belajar disiplin di kos-an BuRonan. Sebagai pemuda berjiwa teguh memeg...