Chapter 24

1.1K 134 11
                                    

Jiyeon tersentak, cekikan Jungkook makin erat membuat dirinya sulit bernafas. Dada-nya bergemuruh seolah pasokan udara terasa kian menipis.

"Hiks... L...lepaskan!!" Jiyeon meringis. Air matanya mulai menetes.

Jungkook menarik tangannya dengan cepat agar terlepas dari leher Jiyeon, saat sadar apa yang ia lalukan, Jungkook menatap tangannya dan menatap Jiyeon secara bergantian.

"Brengsek!!"

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Jungkook memukul dinding kamar dengan tangannya sendiri, ia terus melakukannya secara berulang-ulang, bahkan akibat benturan keras dari gumpalan tanganya.

"STOP!!" Teriak Jiyeon dengan air mata yang semakin deras. Kedua tangannya menutup matanya, tidak ingin melihat apa yang Jungkook lakukan dan sedang dikuasi amarah.

Keringat mulai membasahu pelipis Jungkook, bak seorang petinju handal, pria itu memukul dinding dengan kencang, bahkan umpatan menyertai pukulan itu.

"Tangan sialan ini!" Jungkook terus memukul dinding dengan sekuat tenaga.

"Yang sudah menyakitimu!" lanjut Jungkook.

Jiyeon membuka matanya," J...Jungkook, kumohon berhentilah." ujar Jiyeon menangis tersedu-sedu. Ia tak sanggup melihat darah yang kini mulai menetes di lantai, darah berwarna merah pekat seolah kontras dengan lantai berwarna bianco carrara.

Jungkook tak mengubris, menurutnya tangan ini sudah dengan lancang mencekik kekasihnya, dengan itu tanganya harus di beri hukuman agar setimpal dengan kesakitan yang kekasihnya rasakan.

Jiyeon mendekap tubuh Jungkook dari belakang." Kumohon.." Lirihnya, tangisnya kian deras saat melihat dinding kamar mulai retak.

Jungkook terdiam, ia membalikan tubuhnya dan mendekap Jiyeon dengan erat, tubuh mungil yang mudah rapuh itu malah dirinya sendiri yang menyakiti dengan tangan sialnya!

"Aku takut..." Jiyeon menenggelamkan kepalanya di dada Jungkook, seolah takut kejadian tadi terulang lagi.

Cup.

Jungkook mengecup puncak kepala Jiyeon, yang masih memeluknya dengan erat," Aku minta maaf."

Jiyeon menjauhkan tubuhnya memberi jarak untuk berbicara.

"Apakah ini sakit?" Tanya Jiyeon menggengam erat tangan Jungkook yang terlihat memerah dengan darah, serta memar di sekitar gumpalan tangannya.

Dinding yang tebal serta keras, bisa retak akibat pukulan dari Jungkook? Seberapa kencang pria itu saat memukul benda keras itu tanpa meringis sedikit pun.

Jungkook tersenyum, ia menggelengkan kepalanya pelan.

"Tidak sakit, jika di bandingkan dengan apa yang aku lakukan tadi padamu." ujar Jungkook.

Jiyeon menggelengkan kepalanya," Jangan lakukan itu lagi." ucap Jiyeon lirih.

Drtttt... Drtttt

Jungkook mengambil ponsel di kantong celananya, melihat sebentar lalu mematikan sambungan itu tanpa mengangkatnya.

Jiyeon mengerutkan keningnya," Kenapa tidak di angkat?"

Jungkook mengusap puncak kepala Jiyeon dengan lembut," Tidak apa-apa."

Sedangkan Jiyeon menyipitkan matanya, menatap Jungkook dengan intens.

Jungkook menaikan kedua alisnya," Apa?" Tanya Jungkook.

"Bukan panggilan dari...."

"Bukan." ujar Jungkook cepat.

Jiyeon menganggukan kepalanya," Aku senang kau mau berubah demi aku." Jiyeon memeluk Jungkoom dengan erat, seperti seseorang yang takut akan kehilangan pria di depannya itu.

Jungkook tersenyum manis," Tidurlah." ujar Jungkook lembut.

Jiyeon melepaskan pelukannta," Bahkan ini masih sore."

"Bolehkan aku meminta sesuatu?" tanya Jiyeon, sambil mengerjap-ngerjapkan matanya dengan puppy eyes andalannya.

"Whatever you want i will grant." ujar Jungkook.

"Aku ingin pergi ke toko buku besok, boleh?"

Jungkook terdiam. Zico belum berhasil di lacak bisa bahaya jika , dirinya menginjinkan kekasihnya pergi tanpa dirinya.

"Besok aku ada meeting, sayang." ujar Jungkook berbohong. Meeting dengan siapa? Mayat di ruangan bawah tanah?

Jiyeon mengerucutkan bibirnya gemas," Aku bisa pergi bersama Leo!"

Jungkook membelalakan matanya, bahkan Leo ia beri tugas untuk mencari keberadaan Zico yang dapat membahayakan kekasihnya itu.

"Tentu saja, itu tidak akan aman jika tidak bersamaku." Ujar Jungkook kembali.

Jiyeon memutar bola matanya malas, ia berjalan menuju sofa, meraih remot dan kembali menonton film kartun favoritnya. Mungkin ia bisa meminta izin di lain waktu, tidak untuk saat ini,karena Jungkook mengatakan tidak, sulit rasanya untuk merubah kata itu menjadi iya.

Jungkook membalikan tubuhnya keluar dari kamar, ada sesuatu yang perlu ia kerjakan saat ini.

Drrrtt... Drrrtt

"Jungkook, kau kah itu?" ujar seseorang di sebrang sana.

Jungkook membelalakan matanya saat tersadar, siapa sosokdi balik nomor tak di kenal, Kwon Jiyong.

"Ya, ada apa?"

Jiyong menghela nafasnya," Aku mendengar Zico menemuimu,benerkah?"

Jungkook mengerutkan keningnya binggung," Kau yang memperintahkannya?" tuduh Jungkook.

"Tidak!" jawab Jiyong dengan cepat.

"Anak itu sudah ku buang dari Yakuza bulan lalu." lanjut Jiyong.

"Kenapa? Bukankah ia orang kepercayaanmu dulu?" tanya Jungkook.

"Ya, itu dulu sebelum ia berkhianat dengan kelompok lain, ia bekerja sama dengan Yardies dan membocorkan kode etik tentang Yakuza."

obsessisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang