𝑻𝒉𝒆𝒓𝒆 𝒊𝒔 𝒕𝒊𝒎𝒆
𝑲𝒆𝒅𝒆𝒘𝒂𝒔𝒂𝒂𝒏 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒂𝒓𝒂𝒉, 𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒉 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒆𝒓𝒕𝒊
Jungkook tengah duduk disalah satu sofa tempat biasanya seluruh anggota Yakuza bercengkrama. Ia duduk sendiri dengan segelas Whisky diatas meja, wajahnya kusut dan gairah hidupnya mati. Padahal ia sendiri yang membuat keputusan, tapi ia sendiri yang menyesali keputusannya.
"Masih ada waktu, kejarlah dia ke London." Namjoon tiba-tiba datang dan duduk di sebelah Jungkook dengan kedua tangan di silangkan di depan dada.
"Untuk apa kau kemari?" Tanya Jungkook pada Namjoon.
Namjoon terkekeh pelan," Dua orang yang berhasil kabur sudah kubunuh, apa kau ingin aku membunuh Jiyeon untuk target selanjutnya" perkataan Namjoon langsung mendapatkan tatapan tajam dari Jungkook, dan Namjoon yang ditatap seperti itu hanya tersenyum penuh arti.
"Berani kau sentuh kekasihku, akan aku cabut otakmu!" Seru Jungkook tak suka.
Namjoon tertawa terbahak-bahak.
"Bahkan kau sudah melepaskannya! 𝑅𝑒𝑚𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟?" Namjoon tersenyum miring dengan satu alis terangkat.
Jungkook menghela nafasnya," Kita semua seorang bajingan yang gemar membunuh. Ia gadis normal, ia akan lebih hancur saat kembali bersamaku.''
Namjoon menggelengkan kepalanya.
"Terserah kau, aku katakan sekali lagi bahwa kau masih ada waktu. Sebelum dia direbut masa lalunya."Setelah mengatakan kalimat itu, Namjoon pergi meninggalkan Jungkook yang tengah tercekat ditempat, malas rasanya Namjoon sendiri meladeni anak itu. Mereka sudah sama-sama dewasa, lalu mengapa mereka mengedepankan ego bukan hati?
Jungkook berpikir sejenak. Benar, untuk apa ia membiarkan Jiyeon pergi? untuk apa melepaskan Jiyeon? Bukankah selama ini seharusnya apa yang sudah menjadi miliknya tidak akan pernah ia lepaskan? Lalu mengapa ia membebaskan Jiyeon?
Ya, Jungkook harus mendapatkan Jiyeon kembali, bila perlu ia akan memotong kedua kaki Jiyeon agar gadis itu tidak akan pergi jauh darinya, dan juga akan mencongkel kedua bola mata Jiyeon agar tidak menatap pria lain selain dirinya.
Jungkook tersenyum miring, otaknya sudah tersusun rencana rapih untuk memulangkan Jiyeon kembali ke sisinya, akan ia buat Jiyeon takkan bisa pergi kemana-mana.
Malam ini Jungkook dengan cepat berangkat ke London untuk menjemput sang kekasih, dan membawanya pergi, menyembunyikan di suatu tempat.
Jungkook melangkah menuju ruangan Jiyong, tanpa mengetuk pintu ia langsung membuka ruangan itu dan menampilkan Sandara yang tengah menodongkan pisau tepat di wajah Jiyong.
"Kalian bertengkar lagi?" Tanya Jungkook dengan wajah polosnya.
Jiyong mendelik kesal, sedangkan Sandara hanya terkekeh.
"Kita tengah bermain, kau ingin ikut?'' Ujar Sandara.
Permainan yang dimaksud Sandara adalah permainan keburuntungan. Biasanya Sandara akan melayangkan beberapa pisau secara beruntun pada Jiyong dan Jiyong harus bisa menangkap pisau-pisau itu tanpa melukai dirinya sendiri. Jika Jiyong terkena ujung pisau dan berdarah walaupun sedikit, Sandara dengan senang hati akan memotong satu jari milik suaminya itu.
"Kalian lanjutkan saja, aku kesini hanya ingin meminjam helikopter." Ujar Jungkook dengan santai.
Jiyong menyerngitkan dahinya binggung," Untuk apa?"
"Untuk menjemput kekasihku."
𝐂𝐓𝐑𝐀𝐊𝐊!
Pisau yang tadinya di todongkan di depan Jiyong melayang mengenai dinding di dekat Jungkook, Kali ini perut Jungkook hampir menjadi sasaran empuk pisau tajam itu. Dan, pelakunya siapa lagi kalai bukan Sandara?
Sandara tertawa dengan kencang.
" Sudah aku duga, kau masih mencintao gadis itu." Ucap Sandara dengan bangga.
Jungkook hanya memutar kedua bola matanya malas " Hm, jadi bolehkah atau tidak?"
Sandara bertepuk tangan karen ia merasa senang," Kalau begitu berikan aku satu bola matamu dulu." Sandara mengulurkan tangannya agar Jungkook memberikan satu bola mata miliknya.
Melihat Jungkook yang terlihat binggung, Sandara berucap," Tebakanku benar, dan kau harus kasih aku hadiah! Dan aku hanya meminta matamu untuk kujadikan pajangan di ruang tamu. Nanti akan aku bingkai spesial untukmu.'' Ujar Sandara.
Sedangkan Jiyong yang melihat tingkah laku sang istri yang bar-bar hanya bisa menggelengkan kepalanya." Ambilah, helikopter itu untukmu saja, lagipula aku masih ada 88 unit helikopter yang tak terpakai." Seru Jiyong.
"Sombong." Cibir Sandara menatap tajam Jiyong.
Jungkook menganguk, lalu keluat dari markas Yakuza. Mungkin ia akan berangkat siang agar saat sampai di London tengah malam.
𝐋𝐨𝐧𝐝𝐨𝐧
di sisi lain Jiyeon dan Chanyeol tengah berada di rooftop salah satu restoran terkenal di London. Sebenarnya Jiyeon sedikit risih saat Chanyeol terus-menerus meneguk Wine dan Jiyeon hanya memesan satu lemon tea.
"Chanyeol, bisakah kau berhenti minum? ini bukan kau yang aku kenal dulu.'' Ujar Jiyeon menahan tangan Chanyeol yang hendak mengambil segelas Wine. Jiyeon sungguh dibuat binggung saat Chanyeol tiba-tiba memesan Wine, padahal dulu yang ia taju sahabatnya itu sangat tidak suka segala jenis minuman yang mengandung alkohol.
"𝐶'𝑚𝑜𝑛, ini bukan Indonesia Jiyeon, jadi nikmatilah." Balas Chanyeol dengan mata yang sudah sayu.
"Chan, ayo kita harus pulang.'' Ujar Jiyeon dengan tubuh gemetar.
"Ayolah Jiyeon, kita nikmati malam ini. Kau akan merasakan rasa yang tidak pernah Jungkook rasakan padamu selama ini.'' ujar Chanyeol dengan senyum arogan, dengan tangan yang sudah turun bertengger di pinggang Jiyeon.
''Chanyeol lepaskan.'' Jiyeon menepis tangan Chanyeol di pinggangnya, sungguh ia tidak nyaman melihat pria itu yang sudah merah akibat alkohol.
''Jangan melawan Jiyeon! atau kau akan tahu akibatnya." Tegas Chanyeol dengan tajam.
Jiyeon melotot," Berani macam-macam akan aku penggal kepalamu!"ancam Jiyeon.
Chanyeol terkekeh, kemudian ia menarik pinggang Jiyeon agar merapatkan di dekapannya, namun Jiyeon terus mendorong dada pria itu membuat sang empu menggeram kesal.
"DIAM!!." Bentak Chanyeol kencang dengan emosi.
Jiyeon yang tidak akan membiarkan hal itu terjadi, untuk itu ia memilih untuk beranjak berdiri meninggalkan Chanyeol.
Chanyeol yang melihat Jiyeon berdiri pun menarik dengan kencang rambut Jiyeon hingga kepala gadis itu terbentur meja di depannya.
"Sudah kukatakan jangan melawan!!."
Jiyeon meringis, ia merasa kulit kepalanya akan robek jika Chanyeol masih menarik kuat rambutnya.
"Lepaskan aku Chanyeol!!."
𝐏𝐋𝐀𝐊!!
Bukannya melepaskan Chanyeol malah menampar Jiyeon, hingga tubuh itu terpental kebelakang.
"C...han..." lirih Jiyeon saat pipinya terasa perih dan panas secara bersamaan.
Chanyeol tersenyum miring," SUDAH KUKATAKAN UNTUK DIAM YA DIAM!"
Tangan Chanyeol melayang ke udara hendak ingin menampar sekali lagi pipi Jiyeon, Namun....
"STOP!!" teriak seseorang dengan suara beratnya.