46. Rencana

1.3K 259 24
                                    

"Lo kalah banyak, sih!" Gia dan Samuel, tengah duduk di sebuah taman, dengan Gia yang sedang menekan-nekan lebam Samuel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo kalah banyak, sih!" Gia dan Samuel, tengah duduk di sebuah taman, dengan Gia yang sedang menekan-nekan lebam Samuel.

"Bacot lo, ini juga gara-gara lo."

Gia memukul luka Samuel, Samuel meringis, dia ingin menangis rasanya, sakit sekali memang otak Gia tidak ada.

"Sakit bodoh!"

"Abisnya lo lemah banget, gak keren lo. Gak kek Sandi, kalo Sandi jago berantem. Kaki lo aja selalu pincang kalo abis gelud sama babu gue itu." Gia terus berceloteh, tanpa menghiraukan Samuel yang sekarang terdiam mendengarkannya. Jujur saja Samuel, tidak suka kalau Gia membahas Sandi saat Gia bersamanya.

"Lo tau? Sandi itu suka banget bujuk gue kalo gambek," ucapnya. "Dia juga selalu siapin tugas-tugas gue." Gia kembali membayangkan masa-masa kebersamaan bersama Sandi.

"Dia jug--"

"Gue gak mau denger." Samuel membelakangi Gia. Dia menyentuh lukanya lalu meringis. Wajahnya banyak lebam.

Ini yang Samuel tidak suka, dia tidak jago dalam hal berkelahi jika lawan tidak seimbang, mangkanya Samuel selalu pincang dan luka parah saat dulu berantam bersama Sandi. Harus Samuel akui, Sandi memang pandai melumpuhkan lawan. Samuel berdecih dia merasa muak.

"Muel." Gia menyenggol lengan Samuel.

"Apa?"

"Gue laper," adunya.

Samuel memukul kepalanya dari samping. Dia pusing, tolong siapa saja hilangkan Gia dari hadapannya agar Samuel bisa bebas. Gia selalu meminta makan kalau bersamanya, Samuel jadi curiga jangan-jangan Gia tidak pernah makan di rumah.

"Gue laper banget." Gia masih mengeluh, dia memegangi perut ratanya.

"Bodo amat!" desis Samuel. Dia hanya perlu tidak peduli saja pada wanita gila itu.

"Gue belum makan dari SD," lanjut Gia.

Samuel berbalik, dia bersiap mau mencekik Gia dengan kedua tangannya, tapi urung dia lakukan. Dia masih waras, mana mungkin dia membunuh orang di tempat umum.

"Jangan ngadi-ngadi, ya! Gue hari ini bener-bener sial, kenapa sih lo selalu minta makan sama gue? Lo gak pernah makan apa, ya?"

"Iya." bibirnya melengkung ke bawah, berharap Samuel luluh, tapi Samuel tetap Samuel, dia pria berwatak keras walau dia juga memiliki rasa tanggung jawab yang besar.

"Duit gue abis, tadi beli daun-daun. Abis itu ngasih si botaks tadi. Udahlah kita pulang aja." Samuel bangkit, dia tidak mau rugi lagi kali ini.

"Ish, MUEL TUNGGU!" jerit Gia. Gia berlari mengejar Samuel.

***

"MUEL TUNGGU!" Sandi melihat seorang wanita di sebrang sana tengah berlari terburu menuju pria dengan motor besar di jalan.

Malas atau Manja [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang