47. Sandi Sayang Gia

1.6K 275 36
                                    

"Gi, dengerin gue dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gi, dengerin gue dulu. Gue mau ngomong." Sandi buru-buru mengejar Gia. Gadis itu sangat kencang berjalan, entah mengapa pagi ini Gia terlihat sangat bersemangat, mungkin karena nanti siang dia akan berkemah, mungkin!

"Nanti aja di kelas, ayo buruan."

Sandi menghela napas pelan, dia mengikuti Gia dari belakang.

Sampainya mereka di kelas, Gia langsung duduk dengan anteng di tempatnya. Sandi ikut menyusul.

"Jadi lo mau ngomong apa?" tanya Gia. Dia tersenyum kecil.

Sandi menarik napas, lalu menghembusnya perlahan. Mulut Sandi terbuka siap akan menjawab, tapi sial dari belakang ada yang menyela.

"Gi, ntar lo dateng jam berapa?" sela Nafan. Pemuda itu menepuk bahu Gia dan Sandi, Gia menoleh dia sumringah, sungguh Gia senang mengingat nanti malam dia akan tidur di luar rumah.

"Em, gue dateng jam setengah tiga."

"Wah, sama deh. Gue juga kalo gitu."

"Oh, iya. Lo pergi sama Sandi, kan?"

Sandi yang namanya ikut dibawa-bawa, langsung cemas. Dia juga belum mengatakan kalau dia tidak akan ikut berkemah, ah mengapa semuanya jadi rumit begini.

"Gue--"

"Iya pasti, dong. Sandi memang selalu harus bareng gue. Ya, kan. San?" Gia menatap Sandi, di wajahnya terpancar aura kebahagiaan. Dia sangat yakin Sandi akan ikut dan menjaganya seperti yang sudah-sudah.

"Gue--"

"Selamat pagi." habis sudah. Hilang kesempatannya. Sandi mengeram kesal. Yang bisa Sandi lakukan hanya mengumpat dalam hati. Kenapa orang-orang tidak memberinya kesempatan untuk berbicara.

Kegiatan belajar-mengajar terjadi dengan tenang, berjalan seperti biasa. Sandi mendengarkan guru dengan seksama. Gia sendiri terkantuk-kantuk. Dia sangat bosan.

"Siapa yang bisa mengerjakan soal di papan tulis, akan Ibu beri nilai tambahan. Ada yang bisa?" Bu guru melihat seluruh kelas, murid-murid menunduk menutupi wajah mereka dengan buku--pura-pura membaca, berharap guru di depan sana tidak menunjuk mereka untuk maju menyelesaikan tugas yang membuat kepala nyut-nyutan.

Pelajaran Matematika Wajib sangat tidak diminati kelas X IPA 1, tapi tidak semua isi kelas tidak bisa menyelesaikan satu tugas di papan tulis sana. Ya, Sandi. Pemuda itu megangkat tangannya tinggi. Dia menyanggupi menyelesaikan soal itu.

Serempak kepala mereka kembali naik, menghembuskan napas lega. Sandi bagai penyelamat.

"Saya bisa, Bu."

"Ah, iya. Kamu memang selalu bisa. Maju, San!" Sandi bangkit. Mengambil satu spidol hitam.

Dia mulai memutar otaknya, biasanya soal begini akan sangat cepat dia selesaikan, tapi siapa sangka soal kali ini terasa agak sulit baginya, otaknya menjadi sedikit susah memecahkan masalah dari soal.

Malas atau Manja [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang