30. Badai

1.8K 257 32
                                    

Sepulang dari rumah Gia, Sandi langsung ke rumahnya, dia menemui Maminya yang sedang menelpon seseorang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepulang dari rumah Gia, Sandi langsung ke rumahnya, dia menemui Maminya yang sedang menelpon seseorang. Wika duduk di sofa dengan posisi membelakangi Sandi.

"Iya, aku juga bingung dia susah nurut," keluh Wika pada orang di sebrang sana.

"... "

Wika menghela napasnya pelan, matanya berkaca-kaca, dia bisa apa? Semua sudah keinginan Tuhan.

"Aku cuman mau dia selalu sama aku, sampai aku tua nanti."

"... "

"Apa?"

"... "

"Mi?" Sandi memanggil Wika, membuat Wika menoleh pada anaknya, dan tersenyum manis. Wika kembali menatap ke depan dan fokus sebentar pada ponsel meminta izin untuk memutus panggilan sebab anaknya sudah pulang.

"Sini, San," ajak Wika, menepuk sofa yang lega di sampingnya.

Sandi menurut dia ikut duduk di samping Maminya, dan memperhatikan mata Wika yang masih berkaca-kaca.

"Sandi, gak suka liat Mami kayak gini," tegur Sandi. Pria itu menatap serius Wika.

Wika menarik napas pelan, bola matanya dia putar ke atas dengan mengkedip-kedipkan matanya menghilangkan genangan air yang siap turun dari pelupuk mata itu.

"Udah." Wika tersenyum, dia menggenggam erat tangan Sandi, dan menciumi punggung tangan kekar itu.

Sandi tersenyum tipis, dia sangat tak suka wanita hebat di depannya ini dengan mata yang berkaca-kaca atau bahkan sampai meneteskan airmata, demi Tuhan Sandi membenci hal itu.

"Sandi, gak akan biarin airmata itu keluar dari mata Mami yang seperti lentera terang di setiap malam gelap Sandi, Sandi harap airmata yang berjuta jatuh cuman waktu Mami mendengar kabar kematian Papi, dan melihat jasad Papi di dikubur di makam itu, selebihnya Sandi gak akan biarin airmata itu kembali jatuh!" tegas Sandi, panjang lebar, dengan membalas genggaman Maminya.

"Tapi, kamu tau, kan. San. Harusnya kita gak pulang secepat ini dari Singapur. Kasi--"

"Ussttt ... " Sandi meletakkan jari telunjuknya di bibir Wika, membungkam kelanjutan ucapan yang pasti tak suka Sandi dengar.

"Semua baik-baik aja."

"Tadi dia bilang kalau ... "

"Mi?" Sandi menatap Wika, dengan serius berharap Maminya mau mendengarnya, agar tak terlalu mempermasalahkan hal itu.

"Oke, yaudah sana kamu istirahat." Wika mengelus pundak Sandi.

Malas atau Manja [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang