16. Kapan-kapan

2.3K 355 15
                                    

Jangan lupa kasih vote dan coment sebanyak-banyaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa kasih vote dan coment sebanyak-banyaknya.

***

"Tangan lo berdarah." Gia melirik tangan Sandi.

Sandi megangkat tangannya lalu mengangguk. "Gue tau."

"Obati sana," usir Gia. Dia mendorong bahu Sandi, sedari tadi Sandi hanya diam menatap Gia dan duduk di sampingnya. Sandi benar-benar menyesal sudah membentak Gia.

Sandi bertopang dagu. "Lo gak mau ngobatin?" tanya Sandi.

Gia memutar bola matanya jengah dengan Sandi. "Nggak!" tolak Gia.

Sandi menelungkupkan tubuhnya di atas meja. "Yaudah biarin aja berdarah."

"Ntar kalo infeksi, terus lo mati gimana?"

Sandi mengulum senyum. "Biarin! Biar lo seneng, suka, kan. Lo kalo gue mati?"

Gia menotot, memukul kepala Sandi. "Enggakla, nanti gakada lagi babu gue."

Sandi menegakkan tubuhnya. "Oh, iya. Lo mana pernah anggap gue temen. Lupa gue."

"Gak usah lebay."

***

Dua hari berlalu, semenjak insiden Gia marah pada Sandi. Gia belum sepenuhnya memaafkannya Sandi. Dia masih duduk bersama Gunayan. Tapi, aksi antar jemput masih tetap bersama Sandi. Namun, selama di perjalanan Gia tak merespon Sandi, padahal Sandi terus ngebacot tapi Gia malah acuh. Membuat Sandi berkali-kali harus berusaha mendapat maaf yang tersisa 40% lagi.

"Gi, kenapa lo gak mau duduk di sini?" Sandi memutar bangkunya menghadap ke belakang. Tempat Gia berada.

Gia tak merespon, dia sibuk dengan ponsel di tangannya.

Sandi menghela napas, Gunayan dan Nafan bertopang dagu memperhatikan Gia dan Sandi, menurut mereka Gia sangat keren saat marah, dan Sandi sangat lucu saat minta maaf.

"Gi?" Sandi menurunkan ponsel Gia yang menghalangi wajah gadis itu.

Gia dongkol. "Apa?"

"40% lagi kapan?"

"Kan, udah gue bilang kapan-kapan." Gia kembali fokus pada ponsel.

"Tapi kapan-kapannya, kapan?" tanya Sandi lagi. Wajahnya benar-benar tak ada semangat. Elah, alay!

Gia menatap Sandi malas. "Ya, kapan-kapanla, masa lo gak ngerti!" ketus Gia.

"Tapi ini udah dua hari. Berarti kapan-kapannya udah abis dong."

Dahi Gunayan dan Nafan berkerut, mereka tak paham dengan pembahasam ribet dua manusia di depan mereka.

"Nggak! Gue udah nambah kapan-kapannya, jadi kapan-kapannya pakai kapan lagi!" tegas Gia.

Malas atau Manja [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang