48. Banyak Hati yang Terbakar

1.5K 254 29
                                    

Hari ini kelas X dipulangkan lebih awal dari sekolah sebab siang nanti mereka harus kembali ke sekolah dan mengikuti perkemahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini kelas X dipulangkan lebih awal dari sekolah sebab siang nanti mereka harus kembali ke sekolah dan mengikuti perkemahan.

Gia sangat girang menantikan malam tiba saat api unggun akan menyala dengan sangat tinggi, menerangi sekolahnya yang gelap di malam hari.

"Sandi, jemput gue jam tiga, ya." Gia mencuri-curi pandang pada Sandi. Sesekali dia tersenyum kecil. Entahlah sejak Sandi bilang 'sayang' padanya dengan nada lembut berbisik di telinganya. Hati kecil Gia bergetar, darahnya berdesir. Kebahagiaan itu memuncah.

"Gi, gue gak--"

"Sayang." gadis berambut panjang digerai itu memeluk lengan sang pacar. Dia berdiri di antar Sandi dan Gia. Tubuh sang sahabat terdorong ke samping. Gia mendengus.

"Pelan-pelan dong!" ketusnya.

"Siapa suruh deket sama sama pacar gue."

"Dia itu sahabat gue." Gia sedikit berteriak. Jujur saja dia kesal melihat tangan Sabrina memeluk lengan sahabatnya yang baru saja mengatakan 'sayang' padanya. Gia harap reaksinya tidak berlebihan.

Sudut bibirnya terangkat, tersenyum picik dan berdecih. Merasa ucapan Gia sebagai bongkahan sampah tak berguna.

"Goblok, iya dia sahabat lo, tapi dia cowok gue. Sadar diri dong!"

"Sabrina!" Sandi tidak tahan Gia terus diserang dengan kata-kata pedas Sabrina. Sandi melepas paksa pegangan Sabrina. Dia menatap tajam mata penuh kelicikan itu, bagaimana tidak licik, wanita yang kini berstatus sebagai pacarnya itu memanfaatkan kelemahan dirinya sebagai senjata. Benar-benar picik bukan?

"Jaga mulut lo, dia lebih baik daripada lo." Sandi berlalu, menarik Gia dan membawa gadis itu kembali ke dalam kelas. Kelas sudah sangat sepi, hanya ada Gia dan Sandi. Itu tempat yang tepat untuk berbicara.

"Gia, jangan dengerin omongan Sabrina, ya." air muka Sandi berubah drastis, garis wajahnya kembali melunak setelah tadi mengeras dan memerah.

Gia mengangguk.

"Iya, gue mana mungkin dengerin omongan dia. Gak penting banget."

Sandi tersenyum dia mengacak rambut Gia, mungkin ini untuk terakhir kalinya.

"Gi, gue mau ngomong serius sama lo." jika boleh Sandi jujur, dia sangat gugup. Bagaimana tidak gugup, dia akan bilang kalau dia akan menjauh dari Gia dan tak akan mau mengenal Gia lagi, siapa yang akan senang dengan perkataannya nanti.

Gia menunduk dia tersipu malu, Gia tidak pernah seperti ini, ah. Dia seperti gadis yang baru saja mengenal rasa. Ayolah Gia tidak sepolos itu. Dia tau Sandi ingin bicara apa. Soal perasaan, kan? Tentu saja. Sandi akan bicara tentang penyesalannya, tapi apa sempat? Lihat saja.

"Gue tau, gue ... gue tau lo mau bilang apa," ucapnya malu-malu. Gia sudah berpikir keras sedari tadi. Itu pertama kalinya dia lakukanny, biasanya Gia tidak akan mau repot-repot memikirkan hal-hal yang membuatnya susah, tapi kali ini berbeda. Bukan otaknya saja yang menerima kenyataan kalau dia juga sayang pada Sandi, tapi hati kecilnya juga mengatakan hal yang sama. Ya, Gia telah jatuh cinta pada pemuda yang selalu menjaganya itu. Entah sudah berapa lama perasaan itu ada, tapi yang pasti Gia baru menyadari. Setelah puas meresapi saran Nafan dan ungkapan Sandi.

Malas atau Manja [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang