20. Kertas Pembawa Petaka

2K 324 18
                                    

Pagi ini masih sama saja seperti pagi-pagi biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini masih sama saja seperti pagi-pagi biasanya. Gia yang bangun pagi lalu ada Bunda yang akan menyiapkan segala keperluannya. Namun, saat ini wajah Gia tak seceria biasanya, wajahnya sangat masam. Tentu saja, dia masih kesal karena Sandi tak mengangkat telpon darinya semalam. Gia terus saja berpikir hal buruk tentang itu. Lama bergelut dengan pikirannya hingga tak sadar kalau orang yang mengisi otaknya sedang ada di depannya dengan cengiran lebar khas Sandi Gedi.

"Ngelamun mulu, ntar rejeki lo dipatok sama ular tau. Mau?" ucap Sandi, membuat Gia sadar akan hadirnya.

Gia mendongak, matanya menatap tak santai pada Sandi. Gia bersedekap dada dan membuang muka.

Dahi Sandi berkerut, "Kenapa lagi lo?"

"Gaktau!" ketus Gia.

"Oh, gue tau." Sandi tersenyum manis.

"Lo marah karena gue gak jawab telpon tadi malem, kan?" tanya Sandi. Tepat sasaran.

Gia langsung menoleh, "Kok tau? Bapak lo dukun, ya?"

"Maaf, Gi. Semalam gue belajar. Dan gue juga siapin contekan buat memudahkan aksi bejat lo. Nih!" Sandi memberikan Gia satu kertas yang sudah dilipat rapi.

Gia tersenyum tak yakin, dia mengambil kertas itu. Tangannya sudah akan membuka, tapi dihentikan oleh Sandi.

"Bukanya, ntar aja pas masa-masa menegangkan."

Gia terkekeh dia mengangguk. "Oke deh. Tapi abis pulang ujian nanti, beliin gue gulali, gue traktir deh," ucap Gia antusias.

"Tumben?"

"Tapi utang dulu sama lo, ya. Soalnya Papi belom pulang."

Senyum Sandi langsung hilang. "Hoalah, kok masih ada, ya. Manusia goblok kek gini?"

"Udah ayo sekolah, gue semangat banget ini ada contekan."

Gia dan Sandi melesat menuju sekolah.

***

Sesampainya di sekolah, Gia terus mengembangkan senyumnya, Sandi memperhatikan itu semua. Sandi terkekeh pelan.

"Gakusah gitu jugala, lo nyengir mulu," tegur Sandi. Dia membenarkan tatanan rambut Gia yang berantakan.

"Gakpapa, gue lagi bahagia."

Sandi pura-pura terkejut. "Waw!"

"Eh, iya. Tadi malem gue udah resmi jadian sama Tania," ucap Sandi. Membuat senyum Gia langsung hilang.

"Berapa lama?" tanya Gia. Dia mendongak.

Bola mata Sandi berputar ke atas.

"Paling lama seminggu tiga hari."

Gia menggeleng tak setuju.

"Seminggu aja gak boleh lebih, kalo kurang boleh!" tegas Gia.

Sandi memajukan bibirnya, dia sedang menimbang-nimbang usul Gia. Beberapa saat kemudian akhirnya Sandi mengangguk.

Malas atau Manja [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang