65. Ending

3.3K 406 249
                                    


"Maaf, aku telat." semua pasang mata menyorot Gia. Dewi dan Wika menghampiri Gia yang masih setia berdiri di anak tangga terakhir. Dewi tersenyum haru, Gia sudah kembali seperti dulu. Gia tidak terlihat menyedihkan lagi. Walau kantung mata dan bengkak di matanya belum hilang. Setidaknya sekarang Gia sudah mengganti bajunya dengan gaun berwarna kuning selutut. Gaun yang sama seperti yang ia gunakan di saat ulang tahun Sandi.

"Kamu gakpapa, Gi?" tanya Wika. Gia mengangguk. Dia menoleh pada Wika, perlahan senyumnya terbit.

"Sandi bilang, Gigi gak boleh nangisin dia terlalu lama, Sandi bilang Gigi harus turutin semua kata Bunda." Gia kini beralih menatap Dewi.

Dewi merapatkan bibirnya. Dia memeluk putrinya lagi.

"Kamu gak akan menyesal karna udah memutuskan ini, Nak," bisiknya. Gia mengangguk dia membalas pelukan Dewi.

"Iya, Bun."

"Ayo! Temen-temen kamu udah pada dateng."

"Siapa?"

"Gunayan, Nafan sama...." Dewi melirik pemuda berkaos hitam yang juga menatapnya. Gia mengikuti arah pandangan Dewi. Gia mengalihkan pandangannya. Gadis itu menarik napas pelan, lalu melangkah mulai mendekati Samuel, ya. Pemuda itu Samuel.

"Gue gakpapa, Muel." Samuel melebarkan senyumnya. Kata 'Muel' kembali Gia sebut. Samuel rindu panggilan itu setelah hampir tiga bulan Gia tidak mau bicara padanya dan selalu mengusirnya jika Samuel datang.

"Lo tau?" tanya Samuel, Gia menggeleng.

"Gue kagen suara lo."

Gia tertawa renyah. Matanya memandang sekitar.

"Gue kagen jahatin lo."

Setelah puas berbincang-bincang. Acara pun dimulai hanya acara kecil-kecilan. Dengan kue coklat serta lilin di tengah kue. Ada juga beberapa cemilan dan minuman untuk para tamu.

"Gi, bangsat!" Gia menoleh. Alisnya terangkat sebagai respons. Nafan terlihat mengeram kesal. Gia tidak paham ada apa dengan Nafan itu.

"Kenapa sih lo? Berak di celana?" tanya Gia dengan santainya. Nafan berdecih. Dia melahap kue coklat yang ada di piringnya dengan geram.

"Lo gak ada niatan minta maaf karna udah nampar pipi gue ini?" Nafan mengelus pipinya. Gia tertawa keras saat kembali mengingat hari di mana dia menampar Nafan, itu adalah kali pertama dia menampar Nafan.

"Sakit gak?" pertanyaan bodoh macam apa itu.

"Sakit ngeb! Lo gak tau aja pas lo nampar gue gigi gue lagi sakit. Bangsat! Malamnya gue gak bisa tidur." Nafan mengeluarkan semua kekesalannya.

Perut Gia sangat keram, sudah sangat lama rasanya dia tidak tertawa seperti sekarang.

"Maaf, Nafan."

"Cih, temen macam apa lo bambang."

"Macam macan," balas Gia.

"Hai, semua!" suara serak seorang gadis menarik perhatian Gia. Gia berbalik dia depan pintu ada Sabrina dengan sebuah kotak di tangannya. Itu adalah kado untuk Gia.

Nafan mengepalkan tangannya.

"Ngapa--"

"Nafan!" Gia memperingati. Gia memegang pergelangan Nafan agar tak anarkis pada Sabrina. Mereka sudah tahu alasan Sandi menjauh. Yaitu karena desakan Sabrina. Selama tiga bulan terakhir rahasia demi rahasia mulai terkuak.

"Masuk aja." Sabrina mulai melangkah ragu-ragu. Semua orang menatapnya sinis. Dia menunduk. Sabrina sadar dia salah.

"Gue minta maaf."

Malas atau Manja [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang