Bab 9

17 4 0
                                    

Eits sebelum baca chapter ini, sudah kah kalian ngevote chapter sebelumnya?

Kalo belum monggo divote dulu yaa, terima kasih :)

Surya pagi menyapa makhluk bumi dengan hangatnya, memberikan cuaca yang menyenangkan. Namun, kegembiraan itu tidak hanya dirasakan oleh alam semesta, tapi juga oleh Nayla, salah satu makhluk bumi yang juga dipenuhi suasana hati yang baik. Namun, semuanya berubah secara drastis ketika si iblis, Dikha, mendekatinya dengan rangkulan jahil.

"Pagi, Nayla. Do you miss me?" goda Dikha sambil merangkul Nayla.

"Nope, mohon maaf nih, pak. Tangannya bisa disingkirkan dari bahu saya?" Nayla melepaskan diri dengan kasar.

"Eh, jangan dilepas. Kan... duh... duh aduh!" Dikha kehilangan keseimbangannya dan meringis kesakitan, dan Nayla refleks merangkulnya lagi agar tidak jatuh.

"Bilang dong kalau lu lagi butuh pegangan, terus tuh kaki kenapa?"

"Ciee perhatian sama gue, ciee."

Nayla tersenyum sinis, "Nih orang bener-bener, giliran gue peduli sama lu di cie-cie in, giliran gue jutek malah dimarahin. Udah lah, gue males sama lu." Ia melepas rangkulan itu lagi, dan si iblis mendekatinya dengan langkah cepat, meski terlihat menahan rasa sakit.

Dikha kembali merangkul bahunya, "Eh, jangan tinggalin gue gitu. Tulang kaki gue kegeser, lutut kaki gue lecet, jadilah gue jalannya pincang begini."

"Kok bisa?" tanya Nayla.

"Iya, pas LDKS gue mau turun dari dataran tinggi kan. Eh, enggak taunya gue salah pijakan, dan berakhirlah kaki gue keseleo, plus lecet-lecet. Tapi tenang, sekarang gue udah mendingan, dan lecet-lecet gue udah mulai kering."

"Oalah, ternyata lu gak masuk karena ini toh?"

"Hehehe, yoi."

Tiba di kelas, Nayla diledeki oleh Theo. Gadis itu menghiraukan dan menuntun Dikha untuk duduk di bangku dengan pelan-pelan.

"Duh pagi-pagi udah mesra-mesraan aja sih neng" ledek Theo.

"Sewa perawat lu Dik?" sambung Theo.

"Iya nih, lumayan bisa bantu gue nanti kalo ke kantin. Ya kan sus?" ucap Dikha tidak lupa dengan muka tengilnya.

Dengan geram, Nayla memandang Theo, "Bener-bener nih orang ya... rasanya pengen gue tendang tuh muka biar gak ngeselin," batin Nayla dalam hatinya.

"Bacot!" sahut gadis itu dengan suara tajam, menunjukkan ketusannya.

"Hahaha, galak bener perawat lu, Dik," goda Theo sambil tertawa.

"Hahaha, iya nih," balas Dikha dengan senyuman santai, meskipun terdengar sedikit tertawa tersedu-sedu.

Dengan langkah pasti, Bu Ririn memasuki kelas, dan seketika anak-anak berhamburan untuk mencari tempat duduk masing-masing. Ruang kelas yang sebelumnya ramai menjadi kondusif ketika Bu Ririn meminta mereka membuka buku dan memperhatikannya.

Di tengah keriuhan itu, suara bisikan lembut menghampiri Nayla, "Nay," sapa Dikha.

"Apa?" jawab Nayla dengan suara pelan tanpa menghentikan kegiatannya menulis.

"Lu tau kan kalo kaki gue masih sakit?"

"Terus?" Nayla merasa ada sesuatu yang tak biasa dan merenung, mencoba menyelami perasaannya.

"Selalu di samping gue ya, dan gue mau tiap hari lu pulang sama gue, oke?" pinta Dikha dengan ekspresi serius, mengungkapkan harapannya.

Nayla menghela nafas dalam-dalam, mencoba untuk mengabaikan omongan Dikha yang terus menerus.

MUJIGAE (무지개): Scout Love Story✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang