Bab 36

8 1 0
                                    

Eits sebelum baca chapter ini, sudah kah kalian ngevote chapter sebelumnya?

Kalo belum monggo divote dulu yaa, terima kasih :)

Nayla terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang campur aduk setelah bermimpi tentang Ali. Di dalam mimpinya, Ali terasa begitu nyata, seolah-olah tidak sekadar sebuah khayalan. Mereka berada di sebuah taman yang indah, dengan ayunan yang mengingatkan Nayla pada taman di kompleks rumahnya. Di dalam mimpi itu, Ali memberikan pesan-pesan bijak kepada Nayla: untuk bahagia, belajar dengan tekun, berinteraksi dengan teman-temannya, dan menjaga kesehatan. Ali menyatakan bahwa ia tidak ingin melihat Nayla terus menerus bersedih, dan ia yakin Nayla memiliki kekuatan untuk menjalani hidupnya tanpa kehadirannya.

Mendengar kata-kata terakhir Ali, Nayla tersadar akan pentingnya untuk bangkit dari kesedihannya. Meskipun hatinya masih penuh dengan kenangan tentang Ali, Nayla memutuskan untuk memulai hari baru dengan semangat. Dia bangun pagi-pagi sekali, merapikan tempat tidurnya, dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Meskipun tangisnya hampir tumpah saat dia berdoa, Nayla menemukan kekuatan untuk melanjutkan kehidupannya tanpa Ali.

Ketika Nayla siap untuk berangkat sekolah, reaksi tak terduga dari Mama Ana dan Bang Al membuatnya merasa sedikit kesal. Meskipun begitu, semangatnya untuk sekolah tidak luntur. Nayla memutuskan untuk naik ojol sendiri, tidak ingin merepotkan Dikha atau Bang Al. Keputusannya tersebut mencerminkan tekadnya untuk mandiri dan tetap menjalani hidupnya dengan penuh semangat, meskipun tanpa kehadiran Ali di sisinya.

Dengan langkah tegap, Nayla melangkah keluar rumah, siap menghadapi hari yang baru dengan semangat dan keyakinan yang baru ditemukan. Mimpi tentang Ali telah memberinya kekuatan untuk melanjutkan perjalanan hidupnya, dan dia yakin bahwa dia bisa mengatasi setiap rintangan yang ada di depannya.

Bang Al memberikan isyarat kepada Mama Ana dengan tatapan penuh kekhawatiran, berharap agar sang ibu melarang Nayla pergi sendiri. Kekhawatiran Bang Al semakin meluas karena kondisi psikis Nayla yang belum pulih sepenuhnya.

Suara klakson motor berbunyi dengan riuh di depan rumah, menandakan bahwa ojol Nayla telah tiba. Nayla mengucapkan pamit kepada Mama Ana dan Bang Al dengan senyum di wajahnya. Saling tatap mereka menjadi bentuk pengertian. Dan sekarang, Nayla memulai perjalanan menuju sekolah.

Nayla turun dari motor saat tiba di sekolah. Dengan ramah, ia mengembalikan helm kepada abang ojol dan tidak lupa memberinya ongkos. Sorot matanya menjelajahi sekeliling sekolah yang masih sama seperti sebelumnya. Secara tak sengaja, Nayla melihat seorang laki-laki keluar dari mobil bersama seorang cewek. Pemandangan itu membuatnya merenung, memunculkan kenangan tentang saat-saat bersama Ali ketika mereka berangkat bersama. Rindu pada Ali kembali menyelinap ke dalam hatinya.

Nayla melangkah dengan hati yang berat menuju kelasnya. Di koridor, banyak mulut yang sibuk membicarakannya. Mereka menggumamkan tentang absennya Nayla selama beberapa hari, bahkan sampai menudingnya sebagai karma karena keputusannya keluar dari Pramuka demi mempertahankan hubungan mereka. Tuduhan tersebut menusuk hati Nayla seperti duri yang tajam.

Tanpa memberikan tanggapan, Nayla bergegas ke kelasnya yang berada di lantai dua. Setibanya di sana, dia menenggelamkan wajahnya di atas tas dan membiarkan air mata yang tak terbendung mengalir. Keheranan Nayla semakin besar melihat betapa banyak siswa yang tidak senang dengan kehadirannya di sekolah. Meskipun begitu, Nayla tidak pernah mencampuri urusan kehidupan mereka.

Seorang teman sekelas, Nia, menyentuh lembut bahu Nayla. "Nay?" panggilnya. Nayla bangkit, cepat-cepat menghapus air matanya.

"Lu nangis, Nay?"

"Gue gak nangis kok. Mataku perih tadi," alibi Nayla terdengar rapuh.

"Nay, kalau lu belum siap sekolah, jangan dipaksain. Mau gue anterin pulang sebelum bel masuk?"

MUJIGAE (무지개): Scout Love Story✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang