Bab 8

27 5 0
                                    

Eits sebelum baca chapter ini, sudah kah kalian ngevote chapter sebelumnya?

Kalo belum monggo divote dulu yaa, terima kasih :)

Dikha melangkah menuju sekolah dengan tepat waktu, membawa perasaan yang sama seperti hari sebelumnya. Ia tetap sabar menghadapi sikap dingin teman sebangkunya, yang kini telah menjadi bagian dari rutinitasnya. Lagi-lagi, sapaannya diabaikan, hanya mendapat pandangan singkat sebelum temannya kembali terhanyut dalam novelnya. Meskipun sejujurnya, Dikha lebih menyukai kehadiran Oyon dan Theo dibandingkan dengan si cewek yang terasa seperti kulkas ini, meskipun tingkah laku Oyon kadang-kadang absurd.

Namun, hampir selama seminggu ini, pemuda itu merasa bahwa kehadiran teman sebangkunya membawa dampak positif terhadap belajarnya. Meskipun ia mungkin tidak secerdas temannya, Dikha menyadari bahwa ini menjadi keuntungan baginya. Sebagai contoh, saat pelajaran kimia kemarin, ia mendapati dirinya dipanggil untuk menyelesaikan soal di depan kelas. Dengan rendah hati, ia meminta bantuan dari temannya, yang dengan tulus membantunya memahami konsep tersebut. Meski Dikha harus memberikan ancaman kecil untuk mendapatkan bimbingan, ia merasa senang memiliki teman sebangku yang bisa membantunya.

Bu Wahyu memasuki kelas XI IPA 3, menandakan dimulainya pelajaran PPKn. Meskipun harus jujur, Dikha kurang menyukai pelajaran yang dianggapnya kurang membutuhkan pemikiran, seperti Sejarah, PPKn, dan Biologi (walaupun ia harus mengakui bahwa ia suka dengan materi sistem reproduksi di Biologi). Pemuda itu lebih memilih pelajaran Matematika dan Fisika.

Selama pembelajaran PPKn, aktivitas utama Dikha hanyalah menggambar. Tanpa perlu ditanyakan, selalu saja gambar wajah teman sebangkunya menjadi fokus utamanya. Entah mengapa, Dikha menemukan kepuasan dalam melukis wajahnya. Meskipun begitu, ia tetap mengimbangi kegiatannya dengan mencatat materi pelajaran.

Seiring berakhirnya jam pelajaran, Dikha dengan hati yang riang segera merapikan buku pelajarannya dan menyimpannya rapi di dalam kolong mejanya. Ia mengajak Theo untuk pergi ke kantin, namun tangannya tiba-tiba dihentikan oleh cewek yang selalu terlihat dingin.

"Eits, mau kemana lo?" seru Nayla dengan wajah dingin yang selalu melekat padanya.

"Mau ke kantin lah, laper gue," jawab Dikha dengan santai.

"Lupa lu ya sama yang kemarin?"

"Oh iya, gue boleh makan dulu gak?" Dikha baru saja teringat bahwa Nayla ingin mengajarkannya soal-soal kimia.

"Gak ada waktu. Buru mana soalnya."

"Please.. ya?" Dikha memohon dengan wajah termelasnya.

"Gue bilang gak ada, ya gak ada," tegas Nayla tanpa memberi kesempatan lebih banyak lagi.

Nayla menarik Dikha untuk duduk, sementara Theo memberikan perintah agar ia segera menyelesaikan tugas, sebagai imbalannya, Theo akan membelikan mie goreng. Dikha hanya bisa menggelengkan kepala, menyadari karakter Theo yang selalu mencari jalan pintas untuk menyelesaikan PR kimia. Ia merasa beruntung masih memiliki teman-teman seperti mereka di tengah-tengah kesibukan pelajarannya. Dikha juga tak lupa meminta Theo untuk membawakan sandwich kesukaan Nayla, mengantisipasi kemungkinan Nayla menciptakan alasan untuk tidak makan.

Akhirnya, Dikha memulai perjalanan menyelesaikan PR kimia, dibantu oleh Nayla yang selalu terlihat dingin. Nayla memberikan instruksi bahwa Dikha harus mencoba menyelesaikannya sendiri sebelum ia memeriksanya. Namun, sejak nomor satu, pemuda ini sudah merasa kebingungan dengan struktur senyawa kimia yang kompleks, meskipun ia mengenali bahwa itu adalah struktur senyawa alkana. Dikha berusaha mencari jawaban di buku paket dan catatannya, berharap menemukan petunjuk yang memadai. Sementara itu, Nayla, yang semula berniat membantu, justru asyik membaca novelnya. Ini bukanlah bantuan yang Dikha harapkan, melainkan lebih mirip seorang guru yang hanya mengawasi dan mengoreksi, layaknya suasana ulangan di kelas.

MUJIGAE (무지개): Scout Love Story✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang