Eits sebelum baca chapter ini, sudah kah kalian ngevote chapter sebelumnya?
Kalo belum monggo divote dulu yaa, terima kasih :)
Keesokan harinya, sinar mentari menyapa jendela kamar Dikha, membangunkannya dari tidur lelapnya. Dengan langkah hati-hati, Dikha menuju ruang makan, di mana aroma harum sarapan buatan Mama Tantri sudah menguar di udara. Sarapan bersama menjadi tradisi yang tak terpisahkan bagi keluarga Dikha sebelum memulai hari mereka, baik itu untuk sekolah maupun ke tempat kerja.
Hari ini, suasana sarapan terasa lebih ringan, tanpa beban percakapan yang terlalu serius. Mereka hanya berbagi cerita tentang kegiatan sehari-hari keluarga kemarin, mengingat semalam mereka tidak sempat berkumpul untuk makan malam bersama.
"Ma, Pa, aku berangkat sekolah dulu ya," ucap Dikha sambil memberikan salam hormat kepada kedua orang tuanya.
"Aku juga, Ma, Pa. Oh iya, nanti malam aku tidur di apartemen ya, soalnya lusa aku ada acara BEM," tambahnya, memberi tahu rencananya kepada orang tua.
"Iya, hati-hati ya, nak," serentak Mama Tantri dan Papa Dalvin memberikan restu dengan senyum hangat. Terpapar cahaya pagi yang lembut, keluarga Dikha melanjutkan pagi mereka dengan harapan dan doa untuk hari yang baik.
Pagi itu, Dikha meluncur ke sekolah dengan kecepatan ciamik di atas motor Ninja kesayangannya, meninggalkan asap putih di belakangnya. Di sisi lain, Kak Keenan menjelajahi jalan menuju kampus dengan megah, duduk di balik kemudi mobil BMW M3 yang berkilau di bawah sinar matahari pagi. Keduanya telah meninggalkan rumah menuju arah tujuan masing-masing, menghadapi hari dengan gaya dan kendaraan yang berbeda.
Sampai di sekolah, Dikha tiba 10 menit sebelum bel masuk. Langkahnya mantap, dan sorot matanya penuh semangat. Di sudut halaman, Nayla terlihat tengah larut dalam novelnya, dan Dikha menyadari bahwa temannya itu tampak kembali bugar. Dengan langkah yakin, Dikha duduk di tempatnya seperti biasa. Tak berselang lama, teman sebangkunya tiba dan menyapanya dengan senyuman ramah.
"What's up ma bro. Gimana perasaan lu setelah mengantar Nayla hm?" Theo menyapa Dikha dengan nada santainya yang khas.
Dikha merespons dengan tatapan dingin, "Diam atau nyawa lu tak selamat".
"Hii serem.. aku takut kakak hahaha" balas Theo dengan nada meledek, mencoba memecah keheningan.
Tet.. Teet.. Teeet..
Bel masuk telah berbunyi pertanda jam pertama telah di mulai. Pak Baiquni, Wali kelas sekaligus guru Biologi melangkah masuk ke kelas XI IPA 3.
"Bersiap! memberi salam", Joni, ketua kelas XI IPA 3, memimpin anak-anak memberikan salam secara bersamaan.
"Selamat Pagi Pak Baiquni" sambutan datang dari seluruh siswa XI IPA 3.
"Silahkan duduk anak-anak" perintah Pak Baiquni.
"Sebelum kelas dimulai saya ingin merombak tempat duduk kalian. Saya merasa tempat duduk kalian sangat monoton."
"Apa?! jangan doong pak. Kita udah nyaman seperti ini pak" protes anak-anak kelas XI IPA 3.
"No protes, no debat saya akan tetap merubah tempat duduk kalian menjadi cewek-cowok agar kalian bisa berbaur dengan satu sama lain." tegas Pak Baiquni. Suara protes terdengar dari beberapa siswa, namun keputusan sudah diambil, mengawali perubahan yang mungkin membawa warna baru dalam dinamika kelas XI IPA 3.
Semua siswa XI IPA 3 mendesah kesal ketika satu per satu mereka dipanggil untuk duduk dengan teman sebangku baru. Nayla sebenarnya tidak setuju dengan keputusan Pak Baiquni, namun lebih memilih untuk diam, berharap agar ia duduk dengan seseorang yang pendiam dan bisa diajak berkompromi. Di sisi lain, Dikha menerima keputusan itu tanpa masalah, merasa bahwa doanya yang terkabul karena mulai hari ini ia tidak lagi sebangku dengan Theo.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUJIGAE (무지개): Scout Love Story✅
Hayran KurguNayla Ayu Adara, si gadis dingin, super duper jutek dengan temannya terutama teman lelakinya, dan suka baca novel. Kemudian bertemu dengan Putra Dikha Anfasa, lelaki yang penasaran dengan perempuan bernama Nayla hingga membuat gadis itu kesal yang s...