Eits sebelum baca chapter ini, sudah kah kalian ngevote chapter ini?
Kalo belum monggo divote dulu yaa, terima kasih :)
Sejak pagi, Nayla telah mondar-mandir di ruang tamu, menantikan kedatangan teman-temannya. Meskipun di grup mereka menyepakati untuk bertemu pukul 9 pagi, namun hingga saat ini, belum ada tanda-tanda kedatangan mereka. Wajah Nayla mencerminkan kegelisahan dan kekhawatiran, mempertanyakan pada dirinya sendiri apakah semuanya berjalan sesuai rencana.
Sudah jam 9 pagi, namun belum tampak tanda-tanda kedatangan teman-temannya. Raut wajah Nayla mencerminkan kekesalan yang sulit disembunyikan. "Bener-bener deh mereka," keluhnya dengan nada yang penuh kekecewaan.
Mama Ana yang menyaksikan ekspresi anaknya yang gelisah memberikan saran, "Udah japri ke teman-teman adek belum? Mungkin lagi on the way, dek."
"Udah, Ma. Tapi 30 menit yang lalu mereka bilang lagi on the way, on the way ke kamar mandi kali mah," ucap Nayla dengan nada kesal.
"Yaudah, sabar aja dek. Mungkin jalan lagi macet kali," ujar Mama Ana mencoba menenangkan hati Nayla yang mulai resah.
Beberapa menit kemudian, bel rumah berbunyi, menandakan kedatangan tamu. Dalam hati, Nayla berharap agar yang datang adalah Nia, Theo, Joni, dan si Iblis. Dengan cepat, gadis itu bergegas membukakan pagar rumah, dan benar saja, harapannya terwujud. Mereka hadir dengan langkah santai, seolah tanpa terburu-buru.
"Kenapa kalian lama banget sih?" omel Nayla begitu pintu terbuka.
"Hehehe, salahin si Nia noh, kenapa lama banget dandanannya belum lagi..." omongan Theo terpotong oleh interupsi gadis berambut pendek itu.
"Ini lagi, lu, komplek rumah sebelahan juga cuma 5 menit ke sini, tetep ngaret juga," omel Nayla sambil menunjuk Dikha.
"Yee, dia mana mau ke rumah lu sendirian, Nay. Jadi, gue samperin dia dulu," sahut Theo dengan senyuman.
Orang yang diomeli oleh Nayla hanya menyunggingkan senyuman. Tanpa ingin membuang-buang waktu dan tenaga untuk terus mengomeli mereka, Nayla dengan ramah mempersilakan mereka masuk ke dalam rumahnya.
"Assalamu'alaikum, Tante," sapaan dari Theo, Nia, Dikha, dan Joni terdengar bersamaan begitu mereka memasuki rumah.
"Wa'alaikum salam. Akhirnya datang juga kalian. Langsung ngerjain aja dari tadi Nayla marah-marah tuh gara-gara kalian ngaret," sambut Mama Ana dengan senyum hangat.
"Iya, Tante. Hehehe, kami numpang ngerjain tugas kelompok ya, Tante. Permisi," kata Nia, memohon izin dengan sopan.
"Monggo-monggo."
Tanpa menunggu waktu lama, mereka berkumpul di gazebo untuk mengerjakan tugas kelompok. Nayla dan Nia fokus mencari materi tentang sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia, sementara para cowok dengan semangat mencari tokoh-tokoh di balik peristiwa sejarah tersebut.
Setelah berhasil menemukan tokoh dan materi sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia, langkah berikutnya adalah membuat poster berukuran besar dari selembar karton. Nayla dan Nia bertanggung jawab untuk menggunting dan menempelkan tulisan materi, Theo memfokuskan diri pada pembuatan doodle yang menarik, sementara Joni dan Dikha bekerja sama dalam menggunting dan menempelkan tokoh pahlawan di atas kertas karton.
"Heh, PPKI dulu, kali! Baru BPUPKI," sindir Dikha kepada Nayla dengan nada berlebihan.
"Dih, ngaco. BPUPKI dulu, baru PPKI," jawab Nayla dengan percaya diri.
"PPKI dulu, kan, Ni? Baru BPUPKI," Dikha memastikan kepada Nia, ingin menunjukkan kebenaran argumennya.
"Hahaha, BPUPKI dulu, bodoh. Baru PPKI," kata Nia sambil tertawa, tak lupa menertawakan kecerobohan Dikha.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUJIGAE (무지개): Scout Love Story✅
FanfictionNayla Ayu Adara, si gadis dingin, super duper jutek dengan temannya terutama teman lelakinya, dan suka baca novel. Kemudian bertemu dengan Putra Dikha Anfasa, lelaki yang penasaran dengan perempuan bernama Nayla hingga membuat gadis itu kesal yang s...