Simpati Kakek

295 83 20
                                    

"Saya... mau minta maaf, Kek."

Demi apapun, Lino yakin dengan maksud dan tujuannya datang ke rumah Lia adalah untuk meminta maaf. Hanya saja, terdapat sedikit keraguan pada nada bicaranya. Seperti muncul begitu saja ketika melihat Darman. Maju atau mundur, Lino yakin jawabannya adalah maju. Lino harus seberani Lia saat memanjat gerbang. Apapun risikonya.

Lino tersenyum, tanpa menatap Darman. Matanya menyorot ke bawah. Dengan dua tangan menaut di depan paha, ia menunduk sekali lagi pada Darman, memberikan rasa hormatnya pada lelaki lansia yang kini tengah bersedekap di hadapannya.

"Minta maaf sama saya atau sama Lia?"

"Dua-duanya."

Lia menghela napas, berusaha mengatur detak jantungnya yang memburu. Sebisa mungkin ia tenang, walau hanya menyaksikan pemandangan kurang menyenangkan di depan mata.

Darman menghela napas. "Masuk!"

Lalu, semua mata remaja di depan Darman saling melempar tatap. Beberapa sudut bibir itu terangkat, mengisyaratkan perasaan senang. Lalu kaki mereka mulai melangkah mendekati pintu utama rumah Lia.

"Hanya Lino dan Lia yang boleh masuk," kata Darman tegas, membuat beberapa kaki terhenti.

"Yahh..." kata Handi lirih, namun tetap sampai ke telinga Darman.

Mata lelaki tua itu mendelik sinis pada Handi. Yang ditatap refleks menutup mulut dan mengangguk canggung.

Darman, Lino, dan Lia masuk ke ruang tamu. Ketiganya duduk di sofa empuk yang sudah terlihat sedikit koyak. Darman menghela napas, lalu mempersilakan Lino meminum air mineral kemasan yang tersedia di meja. Lino menuruti.

Darman berdeham. "Sampaikan apa yang mau kalian sampaikan."

"Mau minta maaf, Kek. Saya salah."

Darman menyeringai. "Kamu nggak bilang juga saya udah tau kalau kamu salah. Terus saya suruh ngapain?!" Lelaki tua itu menggebrak sofanya sampai membuat Lino dan Lia melonjak kaget.

Suruh panjat tebing pake sepatu roda. Lino menghela napas panjang, menahan tawa akibat perkataan di dalam hatinya sendiri. Salivanya ia telan. "Minta dimaafin, Kek."

"Kenapa saya harus memaafkan kamu?"

"Karena saya minta maaf."

Lia menggigit bibir. Berusaha menahan kekehan karena menurutnya Lino lucu. Satu telapak tangannya mulai menutup wajah, dengan tangan sebelahnya ia lipat di depan perut. Lia malu.

"Ya itu saya tau!" Ucapan Darman barusan lagi-lagi membuat Lino melonjak kaget. Suaranya seperti petir menyambar telinga. Darman menggebrak meja, membuat Lino sekali lagi melonjak kaget. "Maksudnya itu kamu mau ngasih jaminan apaaa?!"

Aduh, gue di sini lama-lama bisa jantungan. Tapi jangan. Lino menghela napas. "Anu, Kek. Saya nggak bakal nyakitin Lia lagi. Saya bakal jagain Lia."

"Saya nggak percaya. Omongan seperti kamu itu omongan laki-laki buaya darat. Kecuali kalau kamu jadi body guard."

Lino terdiam meringis. Jari telunjuknya menggaruk pelipis. Bingung mau mengiyakan ide Darman atau tidak. Kalau Lino jadi body guard, mana pantas? Lino bisanya merawat kucing dan berjoget, bukan bela diri. Bayangkan kalau ada perampok mendatangi Lia suatu saat, masa iya Lino akan melawan penjahatnya dengan jogetan?

Ya keburu miskin.

"Maksudnya... saya disuruh jadi body guard gitu ya, Kek?" tanya Lino memastikan.

"Ya itu kalau kamu mau."

Lino tersenyum canggung.

"Dan kalau MAMPU," imbuh Darman dengan penekanan pada kata terakhir.

Lia belum menyingkirkan telapak tangan dari wajahnya. Masih merasa malu dengan percakapan aneh antara Lino dan kakeknya. Lia ingin keluar saja. Bercengkerama dengan Handi, Abin, dan Cherry di teras agaknya lebih berbobot. Tapi Lia tak bisa. Takut dengan amukan kakeknya.

"Memangnya kamu bisa apa?" tanya Darman meremehkan Lino.

"Saya... jago ngerawat kucing."

"Kamu pikir cucu saya kucing?"

"Bukan, Kek."

"Nah itu tau. Kamu itu harusnya belajar menjaga manusia. Kalau tidak bisa menjaga fisiknya, jaga hatinya! Cucu saya ini, udah kamu bikin sakit hati, dibikin sakit fisik juga. Ya gimana saya mau percaya sama kamu?"

"Kek, Lia boleh ngomong?" Lia angkat bicara. Darman mengangguk. Lia lalu berdeham. "Gini, Kek. Sebenernya ini juga kan salah Lia sendiri, udah bikin Mas Lino marah. Jadi, ya udah, mending damai aja, Kek. Hehe."

"Ya sana kalian berdamai. Saya nggak dulu."

"T-tapi, Kek, ini dia udah minta maaf, loh. Tolong maafin ya, Kek," kata Lia sambil dua telapak tangannya menaut di depan wajah. Berharap itu tidak ada salahnya, tapi kalau berharap Darman memaafkan Lino, ya sedikit susah.

"Nggak dulu," jawab Darman.

Di luar, Handi dengan ponselnya yang merekam kejadian langka ini menahan kekehan. Ia menghentikan rekamannya lalu mengirimkan video percakapan antara Lino dan Darman ke grupnya bersama tujuh kawan dekatnya.

'Gx dlu' tulisnya di chat grup sebagai caption videonya.

"Mau videonya nggak, Cher?" tawar Handi pada Cherry.

Cherry mengangguk. "Boleh, Han."

"Yeee ternyata si Cherry laknat juga," ucap Abin lirih tapi tetap sampai ke telinga Handi dan Cherry. Keduanya hanya melempar cengiran. Abin menggeleng. "Kebanyakan bergaul sama Handi ya begitu jadinya."

"Gue mulu yang disalahin."

"Ssst! Dengerin Lino ngomong!" Abin mengingatkan. Lalu ketiganya kembali fokus mengintip dan menguping percakapan Lino, Lia, dan Darman lewat sudut jendela rumah Lia.

"Saya harus apa biar Kakek maafin saya?" tanya Lino yang tiba-tiba sudah berlutut di depan Darman. Lino sungkem. "Maafin saya, Kek. Saya nggak tenang kalau Kakek belum maafin saya. Sumpah, saya ngaku saya salah. Saya enggak bakal ngulangin lagi, Kek. Saya mau belajar lebih hati-hati dalam mengambil tindakan, Kek. Maaf."

"Janji, kamu mau belajar dari kesalahan?" tanya Darman memastikan.

Lino mengangguk. "Iya, saya janji."

"Bangun!" pinta Darman pada Lino setelah sempat menghela napas panjang—berusaha untuk memaafkan remaja di hadapannya.

Lino menuruti perintah Darman. Lino berdiri, begitu juga dengan Darman.

"Saya bakal pantau kamu. Saya nggak bakal melepaskan kamu begitu saja. Kamu teman cucu saya, saya anggap kamu juga cucu saya. Itu artinya, saya juga perlu membimbing kamu. Dan teman-teman kamu juga yang rusuh, kalian semua saya rasa perlu saya bimbing." Darman menepuk bahu Lino.

"Makasih, Kek," kata Lino.

Lia pun mendengkus lega. "Jadi, dimaafin kan, Kek?"

"Nggak dulu."

••

Hai hai!
Maaf banget lama menghilang dan tidak update ㅠㅠ
Dikit lagi selesai padahal

Makasih yaa buat teman-teman yang setia nunggu dan udah baca, vote, sama comment sampe sini, makasih banyakkkk! Lino love you 💕

Mas Kucing [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang