Hukuman

503 141 13
                                    

Lino dan ketujuh kawannya berkumpul di taman komplek. Sengaja ia mengajak kawan bukan sebab tak berani jika nantinya akan disiksa sendirian. Ia hanya ingin ketujuh sahabatnya menemaninya di kala susah. Apalagi ini juga menyangkut kucing bungsunya.

"Lo kok bisa dihukum sama kakeknya Lia, sih?" Chandra yang baru saja membuka kaca helmnya menatap Lino bingung.

"Kita semalem hampir jadi maling, Bang," ucap Yosi jujur.

Abin melotot. Yosi yang hendak membonceng di motor Abin hanya nyengir kuda.

"Maling?" Chandra melepas helmnya, bersiap menghajar adik-adik kelasnya dengan ribuan kata mutiara. Ia turun dari motor, melangkah mendekati Abin dan Yosi, membuat dua remaja itu tertunduk. "Kalian mau nyuri? Siapa yang ngajarin kalian jadi maling, hah?"

Selepas menunduk, mata Yosi dan Abin melirik ke arah yang sama. Chandra lalu menyipitkan mata, mengikuti arah pandang dua adik kelas di hadapannya.

Lino.

"Lino?" Chandra berbalik arah, kakinya membawanya mendekati Lino. "Lo nyuruh mereka jadi maling?"

Yang lain terdiam.

Kalau Chandra sudah mendekatkan diri pada salah satu di antara mereka sambil memberi tatapan tajam, ia pasti tidak sedang main-main. Ia bahkan membuat Lino langsung tertunduk.

"Bukan gitu, Bang. G-gue cuma mau nyari Dori."

Chandra mendengus. Jidatnya ia tepuk, kemudian telapak tangannya mengusap wajahnya. "Nggak perlu jadi maling juga, kan?"

Lino masih tertunduk. "Ya mau gimana lagi? Gue takut Dori kenapa-napa."

"No, dengerin gue." Dua tangan Chandra menggenggam bahu Lino, membuat si juragan kucing itu mendongak menatapnya. "Kita ini temen lo. Sahabat, malah. Lo bisa cerita atau sekedar minta pendapat ke kita, kapan pun lo mau. Kita pasti bantu lo, kok. Gue tau, lo itu sayang banget sama kucing-kucing lo. Tapi, lo juga harus tau. Banyak jalan menuju Dori. Gue yakin, Dori pasti balik."

Lino tersenyum simpul. Ia peluk lelaki di hadapannya. "Thanks, Bang. Lo emang abang kita yang paling keren."

Chandra membalas pelukan Lino. Ia tersenyum.

"Kerenan juga gue," sahut Handi lirih pada Felix. Felix hanya terkekeh.

Chandra melepas pelukannya. Ia tepuk bahu Lino. Lino hanya tersenyum simpul.

"Ya udah, buruan berangkat, yuk!" ajak Jojo yang sedari tadi duduk di jok motor Chandra. Ia kemudian nyengir, menampakkan behelnya.

••

Delapan lelaki remaja dengan empat sepeda motor memasuki halaman rumah Lia yang cukup luas. Motor-motor itu mereka parkirkan dengan teratur tanpa aba-aba.

Darman yang sengaja menunggu tiga remaja yang nyaris mencuri di rumahnya semalam terkejut begitu melihat rombongan remaja lelaki yang jumlahnya berlipat ganda dari jumlah semalam datang ke rumahnya. Ia bangkit dari duduknya. Mereka ini mau ngajak saya tawuran atau bagaimana?

"Assalamu'alaikum, Kek," Chandra dan Umin serempak memimpin memberi salam tepat setelah Darman berdiri.

"Wa'alaikumussalam."

Delapan remaja itu mendekati Darman selepas ikut memberi salam. Satu persatu dari mereka mulai mencium tangan Darman bergantian. Darman tersenyum. Oh, bukan ngajak tawuran.

Lino tersenyum canggung. "Ini temen-temen saya, Kek."

Darman hanya manggut-manggut.

"Kakek nggak marah kan, saya ngajak orang lain buat bantu hukuman saya?"

Mas Kucing [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang