"Dek, ada pacar lo!"
Lia yang wajahnya sedang terbalut masker seketika berdiri dari duduknya. Agak panik ketika mendengar kabar dari Leon. Ia kemudian meninggalkan meja belajar dan PR matematikanya. Lia berlari keluar kamar.
"Siapa?" tanya Lia lirih pada Leon.
"Mana gue tau. Kan itu pacar lo, masa lupa? Oooh, atau jangan-jangan pacar lo banyak ya?" Leon tersenyum usil.
"Ih, sembarangan aja. Gue nggak punya pacar, tau."
"Lah, itu yang di luar siapa? Orang gila?"
"Iya, kali." Lia akhirnya buru-buru mengintip dari jendela ruang tamu. Di teras, ia temukan Lino tengah berdiri membawa Dori lengkap dengan kandangnya. Bukan segera menemui Lino, Lia justru panik setengah mati. Jantungnya bertalu. Matanya terbelalak. Lia kemudian membelakangi jendela.
"Kenapa, Dek? Bener, kan? Itu pacar lo?" Leon akhirnya mendekat ke jendela. Adiknya menggeleng, membuat Leon mengerutkan kening. "Lah? Gimana, sih? Seriusan bukan pacar lo? Itu orang gila? Ya udah biar gue usir."
"Eh, jangan!"
Leon tersenyum. "Oke, berarti emang lo enggak mau dia pergi. Gue suruh masuk aja." Leon akhirnya melangkah ke luar tanpa menghiraukan tangan adiknya yang sempat berusaha menahannya.
"Masuk aja, Lianya lagi maskeran."
Lia otomatis melarikan diri. Malu bercampur panik. Kakinya melangkah lebar dan cepat ke dalam kamarnya, sampai-sampai satu keluarganya bingung melihat tingkahnya.
"Lia mana?" tanya Leon pada keluarganya yang sedang menonton televisi bersama di ruang tengah.
"Masuk kamar," jawab Darman.
"Oh, padahal ada pacarnya."
Seluruh keluarganya terkejut. Darman sontak bangkit dari duduk santainya sambil berkacak pinggang.
"Siapa?"
"Lino deh namanya, kalo gak salah."
Darman mendengkus. "Dia lagi dia lagi." Lelaki lansia itu kemudian melangkah ke ruang tamu dengan agak malas sambil memegangi pinggangnya yang terasa sedikit sakit akibat tadi sempat membetulkan atap rumahnya yang bocor bersama menantunya.
Sampai di ruang tamu, matanya menangkap sosok Lino tengah mengelus kucing di pangkuannya. Darman hanya menggelengkan kepala. Begitu menyadari kehadiran Darman, Lino bangkit dan mencium tangan lelaki lansia itu.
"Ada perlu apa?"
"Mau ngajak Lia ke panti, Kek. Hehe." Lino menangguk ramah.
"Ke panti? Kok cuma ngajak Lia? Saya tidak diajak?"
Sudah tegang-tegang, ternyata Darman menyunggingkan senyuman. Lino ikut bernapas lega dan turut melambungkan senyuman.
"Saya ikut. Sudah kangen dengan panti."
••
Di sini lagi, di panti yang biasa Darman kunjungi, sore ini Darman membawa banyak makanan. Bersama Lia, Lino, dan kawan-kawan, Darman membagikan makanan yang ia beli bersama cucunya tadi siang. Istri bersama anak dan menantunya pun sore ini ikut berkunjung. Ingin tahu kegiatan Darman, katanya. Ingin menyantuni anak-anak panti juga.
Sebagian anak-anak panti lebih memilih menghampiri Lino dan kawan-kawan dibanding menyerbu makanan. Betapa senangnya insan-insan kecil itu merasa memiliki kakek dan kakak-kakak yang sangat ramah dan baik terhadap mereka. Darman tiba-tiba terpikirkan sesuatu. Kalau saja Lino dan teman-temannya tidak berbuat hal tidak menyenangkan di rumahnya waktu itu, dia tidak akan menghukum para remaja ini. Anak-anak panti pun tak akan bertemu dengan mereka. Mungkin juga tak sebahagia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Kucing [END] ✓
Humor"Dori hilang!" Apa salahnya melindungi kucing? Tidak ada yang salah. Yang salah adalah ketika Lia mengancam Lino yang menjabat sebagai pawang kucing di sekolah dengan cara mengambil kucing peliharaan Lino, hanya demi membersihkan namanya dari gosip...