Deja Vu

1.2K 259 71
                                    

Setelah sempat meninggalkan Jakarta selama delapan tahun, Lia akhirnya kembali. Selain ingin bernostalgia dengan masa SDnya, ia lebih memilih melanjutkan sekolah menengah atasnya di Jakarta lantaran ingin tinggal bersama kakek dan neneknya lagi. Semester genap kelas 10, ia mulai bersekolah di SMA Nusabangsa. Ia diterima dan masuk sebagai siswi kelas X-1.

"Nama saya Citralia Jihan Suparman. Teman-teman bisa panggil saya Lia."

"Sorry. What did she say? Her name is Superman?" celetuk salah seorang siswa, bermaksud bertanya pada teman sebangkunya. Sayangnya suara bassnya terdengar sampai ke telinga Lia dan siswa lain. Sebagian besar penghuni kelas terkekeh, membuat mata tajam Lia menyorot ke sumber suara.

"Suparman, Felix," jawab teman sebangkunya. Ia kemudian menyadari bahwa gadis yang berdiri di depan sedang menatap mereka sengit. "Tuh, kan, dia ngeliatin kita. Lo, sih."

"Sorry. Eh, maaf, saya tidak bermaksud untuk..." Felix kembali menatap teman sebangkunya. "To offense?"

"Menyinggung," jawabnya dengan mulut yang diusahakan hanya terbuka sedikit, seperti seorang juragan sariawan.

"Oh, ya. Saya tidak bermaksud menyinggung."

Lia kemudian mengalihkan tatapannya.

"Terima kasih, Hendy."

"Handi."

"Ouh, Sorry. Just kidding." Felix terkekeh.

Lia kemudian duduk di sebelah Cherry, tepat di depan tempat duduk Felix dan Handi. Mereka berkenalan sekilas, sebelum mengikuti mata pelajaran pagi ini.

"Hakchyenggg!!!" Felix bersin hingga menerbangkan rambut Lia.

Untung rambutnya tidak copot.

"Sorry sorry. Sorry, Cherry, Lia. Saya refleks." Felix memohon ampun kepada dua teman di hadapannya. Sementara Handi? Dia menutup wajahnya dengan buku.

Handi menyembunyikan wajah. Felix yang nyembur, Handi yang malu. Ia berdecak. "Lix, Lix. Sampe nyembur gitu. Kasian Lia rambutnya bau jigong."

"What? Chimbong?"

"Iyain aja deh, biar sesat." Handi mengangguk. "Iya. Artinya bau wangi, bau bidadari. You know?"

Felix menggeleng.

"It is the wind coming out from your mouth, and it's... like a fairy smell."

"Ouh. Thanks. I feel so precious."

Cherry yang mendengar percakapan dua temannya itu menahan tawa.

••

Lia berkeliling sekolah bersama Cherry. Membiasakan diri dengan lingkungan barunya. Sesekali ia takjub dengan kebiasaan para siswa di SMA Nusabangsa-bermain kejar-kejaran.

"Emang gitu, Li. Apalagi Handi. Suka kejar-kejaran sama Yosi," ungkap Cherry.

"Yosi yang mana?"

"Anak kelas sebelah. Kelas X-2."

Lia manggut-manggut. "Emang kenapa mereka suka kejar-kejaran?"

Cherry mengedikkan bahu. "Nggak tau juga. Mereka akrab tapi sering baku hantam. Katanya gara-gara dendam waktu SD."

Lia tertawa kecil. "Emang kenapa?"

"Katanya, Handi dulu pernah jadi pengkhianat. Waktu temen-temennya bantuin kakak kelas, dia ketahuan nggak bantuin. Sampe bisul di pantatnya Yosi sama si kakak kelas itu pecah gara-gara jatuh bareng."

Lia hanya terdiam. Merasa deja vu semenjak matanya menyorot tajam pada Handi pagi tadi. Ia merasa, Handi yang duduk di belakangnya mirip dengan seseorang di masa lalunya.

"Kenapa?" Cherry bertanya.

"Kakak kelasnya sekolah di sini juga nggak?"

"Iya. Kelas XI-IPA."

Lagi-lagi Lia manggut-manggut. "Suka ngejar-ngejar Handi juga?"

"Kadang, sih. Tapi kayanya lebih suka baku hantam sama temennya, anak XI-IPS."

"Kenapa gitu?"

"Dia yang bikin Kak Lino lompat dari pohon."

Lia menghentikan langkah, terdiam memaku. Bukan merasa deja vu lagi. Lia ingat semuanya. Saat di mana ada kakak kelas menyatakan perasaan padanya dan ia tolak mentah-mentah semasa SD.

Lino namanya.

Dan seluruh nama yang baru saja Cherry sebut, Lia tak melupakannya. Nama yang pernah ikut andil dalam sebuah kegiatan gila. Tapi ia rasa sekarang ia juga akan terjebak dalam hal yang sama gilanya.

Lia bertemu dengan mereka kembali.

••

Uhuy uhuy
Pasti udah baca, kan? Ya kan?
Vote & Comment yuk! Makasih.
Lanjut nggak nih? Lanjut aja lah ya? Wkwkwk
Selamat membaca!

Mas Kucing [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang