Pintu Belakang

346 111 31
                                    

"Eh, kakak-kakak ngapain di sini? Nggak masuk?"

Keempat lelaki itu menoleh ke gerbang. Mereka dapati Jojo sedang berdiri di sana. Kemudian anak itu menghampiri empat kawannya yang lebih tua darinya.

"Bantuin kita ngambil Dori, Jo! Dori dalam bahaya!" ucap Yosi panik sembari menggoyang-goyangkan bahu Jojo.

"Loh, emang kenapa?"

"Udah, bantuin kita aja! Tolong banget ini," sahut Abin. "Pintunya dikunci, jadi kita nggak bisa masuk."

"Kalo lewat pintu depan ini, kalo didobrak nanti dikira ada maling," ucap Handi.

"Yeah, dan pasti orang akan penasaran karena mengira ada maling tapi barang berharga Mas Lino masih lengkap," imbuh Felix.

Handi membulatkan bibir. "Oh, kita ambil aja sekalian harta bendanya Mas Lino."

"Gila!" umpat Yosi kemudian terkekeh.

"Lewat pintu belakang aja!" usul Jojo yang pernah main di belakang rumah Lino. "Bisa dibuka kayanya. Susah, sih. Tapi kalo kita bukanya bareng-bareng kayanya bisa. Soalnya pintunya ketutup tumpukan kayu-kayu gitu."

"Tapi serem, Jo," ucap Abin.

"Emang gelap, sih. Pake aja senter HP," usul Jojo.

"Otak anak kelas sembilan emang cerdik," puji Yosi sambil menepuk bahu Jojo. Jojo hanya nyengir.

Abin menghela napas panjang, berusaha menyembunyikan ketakutannya demi keberlangsungan hidup sahabat tercintanya—Lino. Ia harus berdamai dengan kegelapan, jaring laba-laba, atau bahkan kecoa di gudang rumah Lino. Ia harus berhasil membawa pergi Dori sebelum Lia datang.

"Gimana, Bang?" tanya Jojo pada Abin.

"Oke. Kita lewat pintu belakang."

••

Lino benar-benar melaju dengan kecepatan super lambat. Di tengah kota metropolitan, kecepatan 30km/jam bukanlah kecepatan wajar, apa lagi di saat kondisi jalanan tidak terlalu padat. Padahal Lino baru saja membeli helm. Harusnya dia berani berkendara dengan kecepatan lebih dari itu. Tapi tetap saja ia usil hingga membuat Lia menggerutu berulang kali, menyumpah serapahi Lino yang terlihat jelas bahwa ia sengaja melakukannya.

Alasan pertama Lino melakukan hal itu adalah untuk memberi waktu teman-temannya membawa pergi Dori dari rumah. Alasan kedua karena memang Lino ingin berlama-lama menikmati waktu bersama Lia.

"Lo bisa lebih lambat dari ini nggak?" sarkas Lia.

"Oh, bisa banget, dong." Lantas Lino mengurangi kecepatan sepeda motornya hingga berada di 20km/jam. Lino akhirnya mendapat omelan dari pengguna jalan yang lain. Lino yang nyaris terkekeh memutuskan untuk berteriak, "Maaf, Pak, motor saya emang lemot! Kesurupan hantu kura-kura kayanya!"

Jangan heran bila Lino bertingkah seperti orang sinting. Bahkan sebelum suara dan berat badannya seberat sekarang pun ia sudah berani melakukan tindakan tidak wajar—lompat dari pohon.

"Ih, jangan malu-maluin!" teriak Lia.

Lino diam-diam mendengus menahan tawa. "Salah sendiri lo mau sama gue."

Kemudian keduanya terdiam.

"Mau naik motor sama gue maksudnya," imbuh Lino.

"Gas motor lo atau Dori gue bunuh?" ancam Lia tiba-tiba.

Seketika Lino menambah kelajuan motornya dengan tiba-tiba, membuat Lia nyaris tersentak ke belakang. Tangan Lia refleks meraih pinggang Lino.

Mas Kucing [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang