Siang ini, Lia dan ketiga temannya menghampiri Lino yang tengah makan di kantin bersama Abin. Senyum cerah-tapi palsu dari keempat gadis yang berstatus adik kelas Abin dan Lino memancar di hadapannya. Mereka tak peduli, banyak bibir-bibir yang membully bahkan mencaci kedatangan Lia.
Abin menyenggol lengan Lino. "Ada ayang lo, tuh."
Lino yang mulutnya tengah dipenuhi nasi rames mendongak. Dadanya bergejolak usai melihat Lia datang padanya-takut kalau dihujat massa. Ia menelan makanannya. "Eh, Lia."
"Lia doang, Kak?" ledek Yezzy.
Abin menahan kekehan hingga makanan di mulutnya hampir muncrat.
"Oke, ulang. Eh, Lia, Yezzy, Cherry, Ryani." Lino tersenyum ramah.
"Eh, Mas Lino," Abin menyahut dengan nada genit. "Makan dulu, Mas."
Lino melirik Abin sinis. Lino kemudian menarik tatapannya dari Abin, kembali menatap keempat gadis di hadapannya. "Kenapa?"
"Kita mau main ke rumah lo, Kang." Ryani menaik-turunkan alisnya. "Boleh, kan?"
"Mau ngapain?"
"Main aja," jawab Lia.
Yezzy mengangguk. "Iya, pengen kenal sama kucing Kak Lino."
Cherry yang merupakan gadis terkalem dibanding ketiga temannya hanya tersenyum. Takut kalau salah bicara. Takut juga kalau berbohong. Sebenarnya, Cherry tak mau mengancam atau menyakiti siapapun. Tapi bagaimana lagi? Ini adalah upaya untuk membantu temannya.
"Cieee ... ada Mas Lino sama Lia."
Suara itu bukan hanya mengalihkan atensi enam remaja yang sedang ditatapnya, bahkan seluruh pengunjung kantin pun teralihkan atensinya oleh suara tenornya yang mengejutkan siapapun yang mendengarnya. Handi kemudian terkekeh geli usai menyadari orang-orang di sekitar tengah menatapnya.
"Wow, kita lebih baik ke kelas saja, yuk, Handi! Takut ganggu," ajak Felix.
Ryani melotot. Tatapan tajamnya mengarah pada Handi. "Eh, Felix kok jadi toxic, sih? Lo ajarin apaan?"
"Udah udah," ucap Lino melerai.
Abin terkekeh geli. "Baku hantam aja, udah!"
Lino memukul bahu Abin. "Hus!"
"Tau, ah! Males. Yuk, Lix!" Handi pergi meninggalkan kawasan kantin.
"Kang Lino," panggil Ryani merengek seraya meenggenggam tangan Lino dan menempelkan di dahinya. "Tolongin kita, Kang. Akang tolong jelasin ke orang-orang kalo Lia bukan pacar Akang."
Abin tertawa jahat. "Kok lo yang minta? Harusnya Lia, dong!"
"Diem lo, Kang!" bentak Ryani usai sempat memicingkan mata. Ia kembali merengek pada Lino. "Ya, Kang?"
"Kok gue? Harusnya Handi, dong!"
Abin kembali menyahut, "Kalo nggak mau Lia hilang itu bilang!"
Bukannya mengecam Abin, ketiga teman Lia justru mati-matian menahan kekehan. Lino dan Lia melotot, membuat Abin menaikkan sebelah alisnya. Sebuah seringaian Abin sunggingkan sebelum akhirnya kembali berkutat dengan makanannya.
Memang bengis.
"Jadi, Kak Lino nggak mau?" tanya Cherry.
Lino terdiam. Ia hanya menghela napas. Otaknya mencari cara agar bisa menyelesaikan masalahnya kini.
Akhirnya, cowok bermodel rambut undercut disebelahnya menampar bahu Lino. "Heh, jawab! Ditanyain diem aja, lo. Nggak usah sok cool lo, No! Di rumah aja kerjaannya monyong-monyongan ama kucing."
Tiga cewek di hadapan Lino dan Abin lagi-lagi menahan kekehan. Sementara Lia? Bibirnya sedikit menyunggingkan senyuman. Ingin memasang tampang culas, tapi celetukan Abin lucu.
Lino mendorong bahu Abin. "Yeee, diem lo, bisep!"
"Kok bisep, Kak?" tanya Yezzy.
"Lihat aja, bisepnya gede," ucap Lino sambil menyingsingkan lengan Abin. Abin buru-buru menutupnya kembali lalu menampar tangan Lino. "Badan kok otot semua."
"Jadi gimana?" tanya Lia.
"Nanti gue pikirin caranya."
••
"Kak Lino!" Yezzy mengetuk pintu utama rumah Lino. Sebagai calon pencuri kucing yang baik dan sopan, Yezzy dan ketiga temannya harus memastikan ada atau tidaknya pemilik rumah. Hal ini juga berguna untuk mempermudah mereka berempat masuk ke rumah Lino tanpa mencongkel jendela. Kata Cherry itu tidak sopan.
"Woi, Kang!" Ryani berteriak jauh lebih kencang dan ngegas. Digedornya pintu utama rumah Lino lebih brutal.
"Eh, ngapain kalian teriak-teriak?" Lia berdecak seraya menggeleng. Ia mendengus kesal sebelum akhirnya menekan bel rumah Lino. Teman-temannya hanya ber-oh ria begitu menyadari ada bel di sebelah pintu.
Berkali-kali mereka menekan bel rumah Lino. Bukan Lino yang keluar dari rumah, justru anak perempuan yang sepertinya lebih muda dari mereka muncul dari rumah sebelah. "Cari Mas Lino ya?"
"Eh, iya," jawab Lia.
"Oh, Mas Lino belum pulang, Kak."
"Kamu tetangganya Kak Lino?"
"Iya, Kak."
"Nama kamu siapa?" tanya Ryani.
"Yuna."
"Eh, kamu kelas berapa?" tanya Yezzy ramah.
"Baru kelas sembilan, hehe. Mas Lino belum pulang, kayanya. Mungkin sebentar lagi. Ada perlu apa? Nanti biar aku sampein ke Mas Lino."
"Oh, sebenernya kita cuma mau main." Lia tersenyum ramah. Sama sekali tak ada unsur kegarangan yang terpancar dari wajahnya saat ini. Tentu saja tujuannya untuk menutupi maksud terselubungnya sebagai calon penculik.
"Oh. Gimana kalo kakak-kakak main sama Dori dulu? Bentar ya, aku cariin. Biasanya nyasar ke rumah Jojo." Buru-buru Yuna pergi meninggalkan kawasan rumah Lino.
"Dori siapa, sih?" tanya Yezzy seraya menatap satu persatu kawannya.
"Temennya Nemo bukan?" Bukan menjawab, Ryani justru balik bertanya. Yang lain hanya mengedikkan bahu. "Terus Jojo siapa?"
"Mungkin Dori itu adiknya Kak Lino, terus Jojo itu tetangganya," tukas Lia. Yang lain hanya manggut-manggut.
Tak lama, Yuna kembali ke halaman rumah Lino. Napasnya tersengal, sesekali ia menelan salivanya kasar. "Dori nggak ada di rumah Jojo."
"Dori sama Jojo itu siapa, sih?" tanya Ryani penasaran.
"Jojo itu anak komplek sini, Kak. Dia segerombolan sama Mas Lino, Bang Chandra, Bang Abin, Kak Felix, Kak Yosi, Bang Handi, Kak Umin," jelasnya sambil megap-megap. Jarinya menghitung jumlah nama yang ia sebutkan. "Udah lengkap, kan, Kak?"
Yang lain hanya mengangguk heran. Ternyata para cowok yang barusan Yuna sebut namanya itu memang sepaket di mana pun mereka berada.
"Kenapa Jojo nggak satu sekolahan aja sama yang lain?" tanya Lia penasaran.
Yuna nyengir. "Kan masih kelas sembilan."
Keempat cewek di hadapan Yuna hanya ber-oh ria sembari kembali mengangguk-anggukkan kepala. Seperti baru saja dengan mudah memahami materi mata pelajaran yang sulit.
Kini, giliran Yezzy yang bertanya, "Terus Dori itu siapa?"
"Dori itu anaknya Mas Lino."
"Hah?!"
••
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Kucing [END] ✓
Humor"Dori hilang!" Apa salahnya melindungi kucing? Tidak ada yang salah. Yang salah adalah ketika Lia mengancam Lino yang menjabat sebagai pawang kucing di sekolah dengan cara mengambil kucing peliharaan Lino, hanya demi membersihkan namanya dari gosip...