Is That You?

897 230 49
                                    

Pagi ini, Lino sarapan di kantin lebih awal dari biasanya. Dalih sibuk menjadi pegangan tiap paginya untuk membeli makanan di kantin sekolah. Hari ini ia harus cepat-cepat masuk ke kelas lantaran mendapat jadwal piket.

Sesuai kesepakatan warga kelas, di kelas XI-IPA-3, hanya Lino yang mendapat jatah piket dua kali dalam seminggu. Siapapun yang mendengar pernyataan itu pasti heran dan spontan bertanya, 'kenapa?' atau mungkin merasa bahwa kesepakatan itu tidak adil.

Tapi tidak setelah mereka mendengar alasannya.

XI-IPA-3 sering dikunjungi kucing liar sekolah. Apa lagi sebabnya kalau bukan karena Lino? Ia rajin membagikan makanan kepada kucing-kucing sekolah walau dirinya sedang di dalam kelas saat jam kosong. Bahkan bukan jam kosong pun, kucing-kucing itu sering berkunjung ke tempat duduk Lino. Akhirnya, ruang kelasnya sering kotor.

Pastinya Lino kerap terkena omelan guru, terutama wali kelas. Akhirnya, diresmikanlah kesepakatan bahwa Lino mendapat jatah piket dua kali dalam seminggu.

Tapi Lino tetap senang. Asal kucing-kucing di sekitarnya tidak kekurangan gizi, apapun akan Lino lakukan.

"Mas Lino!"

Lino yang semula menatap nasi rames mengangkat wajahnya. Matanya mendapati Felix sedang melambai ke arahnya, masih menggendong tas di seberang kantin. Mungkin baru berangkat—pikirnya.

Felix berlari menghampiri Lino. Tapi tiba-tiba Felix tersandung dan jatuh. "Ouch!"

Lino hampir tersedak. Buru-buru ia menghampiri Felix. "Jatuh?"

"Iya, Mas. Mas Lino kan sudah lihat."

Sambil membantu Felix bangkit, Lino berkata, "Lix, di sini kalau jatuh biasanya ngomongnya 'aduh', gitu."

"Oh, aku kira orang sini kalau jatuh bilang 'eh monyong monyong'. Biasanya Handi bilang begitu."

"Heh! Ngomong apa lo? Ngomongin gue?"

Lino dan Felix sontak menoleh ke belakang. Dasar kurang beruntung, objek yang sedang Felix bicarakan tiba-tiba datang.

Felix nyengir. "Eh, Han. Belum masuk kelas?"

Yang ditanya menyingsingkan lengan baju. Handi mengambil ancang-ancang untuk berlari, begitu juga dengan Felix. Hanya berselang beberapa detik, mereka akhirnya melakukan kegiatan kejar-kejaran, walau Felix harus meronta ketika berlari sebab baru saja ia terjatuh di kantin.

Di peraturan mereka dalam bermain kejar-kejaran, kalau yang dikejar berhasil tertangkap dan tersentil jakunnya, maka harus menraktir yang mengejar. Kecuali jika yang dikejar bisa lebih dulu sampai ke kelas Chandra, Chandra akan melerai. Kebiasaan itu berlangsung sejak SD hingga sekarang.

Sayangnya, selama Felix satu sekolah dengan mereka, ia adalah satu-satunya yang tak pernah mengejar. Bukan karena tak pernah emosi atau takut. Dia hanya tak terlalu mengerti setiap kali diejek oleh orang lain.

Anak yang baik.

Felix akhirnya tertangkap oleh Handi setelah menyerah di depan ruang kelasnya lantaran sudah tak kuat memaksakan kakinya yang masih sedikit sakit untuk berlari. Selepas Handi meremas kerah Felix dan menyentil jakunnya, Handi tertawa jahat.

"Beliin gue... Adududuh!" Belum selesai berbicara, Handi sudah merasakan jeweran di telinganya.

"Han."

Handi melirik ke samping, Chandra sedang berkacak pinggang dengan sebelah tangannya menjewer telinga Handi. "Eh, iya iya iya. Ampun, Bang."

Chandra akhirnya melepaskan jewerannya. Ia mendengus kesal. "Masuk kelas!"

Mas Kucing [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang