Dihukum

234 65 5
                                    

"Assalamu'alaikum, Citralia Jihan Suparman. Gue secara resmi mau mengakhiri permusuhan kita. Gue mau minta maaf ke lo, ke semuanya juga. Gue mau ngajak lo baikan. Lo mau, kan?"

Di hadapan ratusan siswa seusai bel tanda istirahat pertama berbunyi, Lino mengumumkan penawaran perdamaiannya kepada Lia. Siswa berhidung mancung ini naik ke mimbar masjid sekolah yang diambilkan Handi dan Abin yang kemudian diletakkan di tengah lapangan upacara. Semua bersorak riuh.

Lia bersama kawan-kawannya yang baru saja keluar dari kantin otomatis menghentikan langkah di pinggir lapangan. Mata Lia terbelalak menatap Lino. Kaget, namanya secara gamblang disebut oleh Lino di tengah lapangan.

"Cieee...."

"Ihirrr!!!"

"Suit suittt!"

"Mau aja, Li!"

"Cie Lino kek cowok di novel-novel, coy!"

"Lino-Lia mania... mantap!"

"Tembak aja sekalian, Nooo!!!"

Lino mengangkat tangan. Jari telunjuknya ia tautkan ke ibu jari. "Maaf, mohon tenang, gue mau denger suara Lia."

Seketika, lapangan sekolah menjadi sunyi. Lino menatap Lia dari jauh. Yang ditatap malah menutupi wajah dengan es tehnya.

"Inget, kan? Dulu waktu SD gue pernah naik pohon? Terus lo lewat bawa es teh."

Lia dan seluruh mata yang menyaksikan pemandangan di lapangan terbelalak. Lia kaget sekaligus malu. Yang lain otomatis berpikir kalau ini adalah kisah cinta monyet yang bertahan selama bertahun-tahun dan ternyata masih berlanjut. Pantas saja Lino tidak pernah terlihat punya gandengan selain kucing, pikir warga sekolah.

Lia panik setengah mati. Takut kalau Lino akan melakukan hal yang sama dengan saat itu. Jantungnya bertalu. Keringatnya mulai bercucuran. Hawa sekitarnya mulai memanas.

"Apa kejadian itu perlu gue ulang?"

Setelah sempat mulutnya menganga, Lia sontak membuang es tehnya. Cewek berambut panjang ini berlari ke tengah lapangan menghampiri Lino.

"Ikut gue!"

Tangan Lino ditarik menjauh dari hadapan warga sekolah. Lia menyeret Lino ke Lapangan basket.

"Lo ngapain, sih? Ngapain lo ngungkit-ngungkit itu? Lo minta maaf aja itu udah cukup! Nggak perlu semua orang tau tentang itu!"

Lino yang sedari tadi menatap Lia hanya diam. Cewek yang ia inginkan sejak duduk di bangku sekolah dasar ini membuatnya bingung.

"Lo masih inget, kan?"

Lia mendengkus kesal. "Inget!" Matanya melotot.

Lino tersenyum. "Nggak bisa ngelupain gue ya?"

"WHAT?!"

Lino melipat dua tangannya di dada. "Nah itu, udah lama tapi masih inget." Kaki Lino maju selangkah mendekati Lia. Yang didekati membelalakkan mata sambil mundur selangkah, sayangnya punggungnya mulai tertahan tiang ring basket.

"Mau apa lo?!" tanya Lia garang.

"Mau deket-deket sama lo."

"Gila!" Lia mendorong Lino hingga Lino mundur beberapa langkah. Cewek berambut panjang ini kemudian melarikan diri.

Bukan menahan Lia, Lino justru berlari menyejajari posisi Lia. Dua remaja ini kemudian berlari bersama. Lia berusaha mendahului, bermaksud kabur dari Lino, namun tak bisa. Terlalu mudah bagi Lino untuk mengimbangi kecepatan langkah Lia. Rasanya Lino ingin berterima kasih pada sahabat-sahabatnya yang telah melatihnya kejar-kejaran sejak dini.

Mas Kucing [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang