Pecah

348 105 25
                                    

Lino menggeleng tak percaya. Bisa-bisanya Handi yang bahkan selama ini ia percaya untuk mencari informasi tentang Dori dan Lia berkhianat. Lino dengan cepat bangkit dan meninggalkan lingkaran panas itu. Lino kecewa. Ia berjalan begitu cepat menyusuri koridor-koridor kelas yang sudah kosong.

Sore itu, adalah sore di mana Lino berkumpul dengan orang-orang yang ia sayangi. Tapi sore itu merupakan sore terburuk sepanjang ia bersama dengan orang-orang tersebut.

"Mas! Mas Lino!"

Handi dengan kakinya yang belum sepenuhnya pulih mengejar Lino. Susah payah ia berlari, tapi Lino tetap mengabaikannya.

"Mas Lino, dengerin gue! Mas, gue minta maaf!"

"Gue nggak butuh. Jangan ikutin gue!"

"Mas!" Handi langsung meraih lengan Lino begitu jaraknya dengan Lino berdekatan.

Tapi Lino hempaskan tangan Handi begitu saja. Ia tak peduli. Ia tak ingin membicarakan apapun. Omong kosong apalagi yang akan ia terima? Ia tak percaya pada siapapun mulai detik ini. Ia ingin sendiri.

"Mas! Gue minta maaf. Gue salah," ucap Handi sambil terus mengejar Lino. "Ayo lah, please! Gue tau gue salah, tapi jangan gini. Masa cuma gara-gara kucing kita musuhan?"

Lino menghentikan langkahnya. Begitu juga dengan Handi. Handi memosisikan dirinya hingga berhadapan dengan Lino. Lino menyeringai. Matanya menyipit ketika menatap wajah Handi.

"Cuma gara-gara kucing kata lo?"

Handi terdiam. Ia telan salivanya kasar. Ia takut. Ia belum pernah melihat Lino semarah ini sebelumnya.

"Denger." Lino melangkah mendekat, lantas ia remas kerah seragam Handi. Ia dekatkan mulutnya ke telinga Handi, lalu berbisik, "Ini bukan cuma masalah kucing. Ini masalah kepercayaan gue ke sahabat gue sendiri. Gue kecewa."

Mata Handi terbelalak. Kemudian, Lino hempaskan Handi begitu saja hingga Handi terhuyung ke belakang. Lino melanjutkan langkahnya menjauh dari Handi.

Tapi Handi belum juga menyerah. Ia kejar Lino kembali hingga akhirnya ia dapat meraih lengan Lino dan berkata, "Oke, gue bener-bener minta maaf."

"Minggir!" ucap Lino begitu dingin sebelum ia mendorong tubuh Handi hingga terjerembap. Handi meringis kesakitan.

Lalu, Lino terkejut dan sejenak menatap iba kawannya itu.

Tapi masa bodoh, Handi sudah berkhianat.

Lino berlari sekuat tenaga meninggalkan Handi yang masih duduk di tempat ia jatuh. Sambil menggertakkan gigi, Lino berharap dalam hatinya, semoga tidak terjadi hal yang terlalu buruk pada Handi. Ia tak bermaksud membuat Handi terjerembap begitu kasar. Ia sebenarnya hanya ingin menyingkirkan Handi dari hadapannya. Sudah, itu saja.

Tapi apa boleh buat. Ketika sedang marah, kekuatan seseorang akan bertambah berkali-kali lipat dari biasanya.

Handi yang masih terduduk mengelus pantatnya. Sialan, pantat gue sakit lagi, kan. Nggak keren amat, sih, Mas Lino? Tonjok gue apa gimana, kek. Ini didorong sampe pantat gue nyium lantai. Habis jatuh, dijatuhin pula.

"Han, lo nggak pa-pa?"

Handi menoleh ke belakang. Chandra berdiri di sana seraya mengulurkan tangan. Handi jabat tangan itu, dibantulah ia untuk berdiri. "Makasih, Bang."

Lalu, Cherry dan Ryani menyusul dari belakang.

"Han, maaf banget. Maafin gue," ucap Cherry di tengah napasnya yang terengah-engah.

Handi tersenyum. "Bukan salah lo, kok. Justru gue yang harusnya minta maaf. Mungkin ... Mas Lino bakal marah besar ke kita sekarang. Mungkin temen-temen yang lain juga. Gue minta maaf."

Mas Kucing [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang