Surat

366 104 12
                                    

Kalau Lino pikir-pikir, sewajarnya Lino hanya marah pada Handi dan Lia. Tapi karena di mata Lino sahabat-sahabatnya yang lain membela Handi, mereka jadi ikut kena marah.

Yang membuat hati Lino sedikit luluh adalah kelakuan konyol Handi yang berkunjung ke rumah Lino setiap malam hanya karena ingin memastikan Lino masih hidup atau tidak. Dan juga kata-kata Chandra kemarin membuat kepalanya pening memikirkan semuanya.

Handi menulis surat di kertas setiap mengunjungi rumah Lino. Ia masukkan lewat celah bawah pintu utama rumah Lino. Sudah empat surat ia terima, tapi belum juga ia baca.

Malam ini, pasti Handi mengirim surat lagi, pikirnya.

Lino memungut surat-surat itu dari balik pintu. Ya. Lino tak pernah menyingkirkan kertas-kertas itu dari balik pintu walau ia setiap hari keluar dari rumah untuk bersekolah atau sekadar pergi ke minimarket.

Lino letakkan kertas-kertas itu di meja belajarnya. Ia duduk, lalu satu persatu kertas yang dilipat itu ia buka.

Hoy, Mas Lino, ini udah hari kedua gue manjat pager lo buat mastiin lo masih hidup atau enggak. Gue mohooooonnnn banget, maafin gue ya?

Yang pertama ia buka adalah surat kedua. Ia letakkan kembali ke meja dengan posisi terbuka. Lalu ia buka satu surat lagi.

Mas Lino, sumpah, gue bener-bener minta maaf ya? Gue cuma nggak pengen Cherry panik dan sedih, makanya gue bilang ke dia kalo Dori udah pulang. Tapi ternyata Lia sama yang lain denger obrolan gue sama Cherry. Maaf banget, gue tau gue salah. Tapi serius deh, jangan marah oy!
Maaf gue cuma jelasin di kertas, soalnya lo nggak mau dengerin penjelasan gue.

Surat itu ia letakkan di sebelah kiri surat yang Handi kirim di hari kedua dengan posisi terbuka. Lalu ia ambil surat lagi.

Hari ketiga. Gue ke rumah lo, tapi gue nggak berisik. Gue cape berisik di depan pintu rumah lo. Umin aja udah maafin kita. Lo kapan maafin gue? Jangan marah lama-lama. Kata Umin nanti dosa.

Lino tersenyum. Ia letakkan surat itu di sebelah kanan surat kedua dengan posisi yang juga terbuka. Ia ambil surat terakhir dari Handi.

Udah hari keempat loh ini. Kata Umin kalo marah nggak boleh lebih dari tiga hari. Jadi fix, mulai sekarang lo harus maafin gue. Lagian tadi Bang Chandra udah ngomong sama lo kan? Tadi gue ke rumah Lia. Lo nggak kangen sama Lia? Dia aja kangen sama lo. Maafin Lia juga ya? Kasian Lia dimarahin kakeknya tadi gara-gara lo.

Lino mendengus. Ia gelengkan kepalanya. Heran dengan Handi yang pantang menyerah untuk mendapat maaf darinya.

Tapi Lino tak semudah itu berbaik hati pada Handi.

Lino meraih ponselnya. Ada ribuan chat masuk yang belum ia baca. Yang terbanyak adalah dari Handi. Entah apa yang ia kirim, tapi Lino tetap belum ingin membacanya. Ia lemparkan ponselnya ke ranjang.

Tapi ponsel ber-case gambar kucing itu terus bergetar.

Lino akhirnya dengan kesal membaca notifikasi di ponsel. Ada puluhan chat. Bukan dari sahabatnya, tapi dari Lia.

Gue cape ya musuhan sama lo, lo jelek banget kalo marah

LINO MAAFIN GUE

LINO JELEK

MAAFIN GUE OY

GUE SANTET KUCING LO

Mas Kucing [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang