Jam pelajaran sudah selesai saat ini Arsen sudah menunggu Olif di parkir sekolah, sekolah yang sudah sangat sepi tidak ada siswa sama sekali. Olif yang tadi sudah izin kepada Arsen jikalau dia akan piket kelas terlebih dahulu.
Sekitar 15 menit Arsen menunggu Olif di parkiran. Dilihatnya Olif yang sudah keluar dari dalam kelasnya dengan berlari menuju ke parkiran. Senyum Arsen tercetak jelas di bibirnya, sebahagia itukah Olif jika dia ajak keluar?
"Yuk, Kak," ajak Olif yang sudah berdiri di depan Arsen. Argh ... Aku sampai tidak melihat Olif di depan ku karena terlalu fokus melihat senyumnya.
Saat Arsen hendak memutari mobil dan masuk ke dalam, sebuah suara terdengar dari kejauhan.
"Olif!" panggil cowok tinggi berbadan tegap dengan kulit sawo matang. Manis.
"Eh Dimas," beo Olif saat dirinya ketahuan akan masuk ke dalam mobil Arsen. Sedangkan Dimas tidak menghiraukan semua itu.
"Gimana, Lif? Jadi Kapan?" tanya Dimas menunggu jawaban apa kiranya yang akan keluar dari mulut cewek yang baru saja ia kenal itu.
Olif diam dan berfikir sambil melirik Arsen di sampingnya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan. "Gue kabarin aja gimana, Dim? Nanti Lo chat gue aja, nanti gue kasih tau." Katanya.
Sedangkan Dimas mengangguk pasrah walaupun di dalam hati berat rasanya untuk menganggukkan kepalanya.
Olif dan guru BK nya itu berlaku pergi, meninggalkan parkir sekolah dan meninggalkannya sendiri di sini.
Dimas terduduk, ia segera mengambil sebuah buku harian di dalam tasnya dengan bulpoin bertinta hitam yang ia punya. Dengan lihai ia mencorengkan sebuah kata di atas kertas putih itu.
Olif
Jangan bertanya apakah aku menyukainya
Tentu saja iya.
Gadis yang baru saja aku kenal itu dapat merubah segalanya.
Membuka hati yang sudah terbalut dengan luka.
Olif namanya
Gadis dengan senyum indah
Mata yang tajam
Dengan perilakunya yang lincah.
Suara yang merdu
Mampu membuatku terpaku.
Walaupun aku belum tahu
Sesuatu apa yang di sembunyikan dariku.
Mungkin aku begitu terlalu ingin bertemu
Sampai aku lupa jika dia lebih banyak waktu meninggalkan ku
Bukan bersamaku.Setelah menuliskan kata demi kata di atas buku hariannya, Dimas segera bergegas menuju ke motor sportnya. Dengan kecepatan sedang ia menancap gasnya.
Di dalam perjalanan pulang, entah kenapa Dimas selalu memikirkan Olif. Kenapa tidak sedari dulu saja ia mengenal gadis yang menjadi adik kelasnya itu. Kenapa baru sekarang saat dia sudah akan lulus sekolah.
Dimas berhenti di sebuah gedung yang rusak, jauh dari pemukiman warga. Ia memasukkan motornya ke dalam. Berjalan dengan santai dan membuka pintu dalam ruangan gedung tersebut. Mewah. Satu kata dari gedung itu.
Dimas yang sedari kecil sudah di tinggalkan oleh kedua orang tuanya dan di titipkan oleh paman dan bibi nya di panti asuhan. Setelah dia berumur lima tahun, seorang gadis berumur dua belas tahun datang ke panti asuhan yang Dimas tempati.
Seorang pasutri dan gadis perempuan itu mengadopsi Dimas sebagai anaknya. Mereka menyayangi Dimas dengan sepenuh hati. Perkataan kedua orang tua angkatnya itu yang selalu Dimas ingat sampai saat ini. Jangan anggap Mami dan Papi ini sebagai kedua orang tua angkat mu. Kita ini adalah sebuah keluarga, Nak. Mami tidak ingin suatu saat nanti kamu dan kakak mu akan terpecah belah. Anggap dia kakak kandungmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐖𝐢𝐝𝐨𝐰𝐞𝐫? ✓ (Belum Revisi)
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [BUDAYAKAN VOTE DAN COMEN] Duda? Sering kali sahabat karibnya itu memanggilnya dengan sebutan tersebut. Arsenal Fernansyah, seorang peri berumur 25 tahun, menjadi guru BK di sekolah milik orang tuanya serta menjadi seorang C...