"Sumpah, ini film horor. Astaga kemana sih itu guru kurang ajar," gerutunya yang sudah berhenti tepat di depan pohon besar tersebut.
Saat Olif akan melihat ke belakang pohon tersebut, ia urungkan niatnya, dia lebih memilih berbalik dan mencari Arsen di tempat lain.
"Huaaaaaaa........"
"Aaaaaaa.....!" Teriak Olif saat dirinya membalikkan tubuhnya.
Sedangkan Arsen hanya tertawa lepas saat Olif terkejut bukan main karena ulahnya, "gitu aja kaget," ledeknya kepada Olif yang sudah menjauhkan diri dari posisinya saat ini yang sedang berdiri.
Dilihatnya Olif bersendakap, memasang wajah datarnya meskipun Arsen tahu pasti Olif sangat terkejut karena ulahnya tadi. "Jangan marah, nanti lekas tua,"
"Ga peduli." Balasnya tanpa melihat ke arah sumber suara.
Hening kembali. Saat ini Olif tidak peduli, jika Arsen meninggalkan Olif lagi dan mengerjainya lagi, dirinya sudah tidak kuat lagi. Olif akan nangis sekencang-kencangnya.
Tidak di sangka saat sebuah benda berada di depan lehernya, berwarna silver, memiliki ukuran panjang dan sangat simple. Sebuah hati yang menyatu. Sangat sederhana, dingin, saat liontin tersebut dengan perlahan Arsen pasangkan di leher Olif. Sangat pas.
"Buat saya, Pak?" Tanya Olif membalikkan badannya menghadap Arsen dan menengadahkan wajahnya supaya dapat melihat wajah Arsen dengan jelas.
"Bukan," gumamnya yang masih terdengar oleh telinga Olif.
Olif mengeritkan dahinya dan memegang liontin yang baru saja Arsen pasangkan di lehernya, "lalu ini buat siapa?"
"Wajah kamu seperti seorang anak yang nggak berdosa yah, mau pipi kamu saya gigit?" Tanya Arsen justru membuat Olif mendelik ketakutan membuatnya tanpa aba-aba memeluk Arsen, menyandarkan kepalanya di dada Arsen, mendengarkan detak demi detak Arsen Yang Edang bersenandung.
"Makasi, Pak." Jawabnya di sela-sela pelukan.
🔁🔁🔁
Saat pulang sekolah dan sudah mengantarkan Olif ke rumahnya, Citra yang biasanya langsung pulang kerumah, kini dia harus pergi ke kantor dengan raut wajah yang begitu kesal. Tentu saja, seorang pria yang waktu itu tidak sengaja ia tabrak mobilnya, kini sudah menjadikannya sebagai asistennya. Bukan, melainkan pembantunya, setiap hari Citra harus datang ke kantor pria tersebut, katanya itu sebagai hukuman dan jika Citra tidak menuruti, dia harus menyiapkan mental untuk menjadi buronan polisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐖𝐢𝐝𝐨𝐰𝐞𝐫? ✓ (Belum Revisi)
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [BUDAYAKAN VOTE DAN COMEN] Duda? Sering kali sahabat karibnya itu memanggilnya dengan sebutan tersebut. Arsenal Fernansyah, seorang peri berumur 25 tahun, menjadi guru BK di sekolah milik orang tuanya serta menjadi seorang C...