3

192 20 7
                                    

Sesampainya di depan ruang BK, Olif masih diam, dia masih mengumpulkan jawaban yang biasanya di keluarkan oleh guru BK. Setelah dirasa dirinya sudah mengumpulkan jawaban, dengan hati-hati dia membuka pintu dengan kepalanya yang masuk melihat apakah ada orang atau tidak. Tapi, khayalannya nihil, dia kira guru BK baru tidak ada di ruangannya.

"Permisi," ucapnya yang menyelonong masuk tanpa menunggu di suruh masuk oleh guru BK tersebut. Memang tak punya malu dirinya itu, sudah kebiasaan jika masuk ke dalam ruang BK Olif tak pernah menunggu disuruh masuk.

Tapi seharusnya dirinya ini menunggu disuruh, ini bukan Bu Ani, ini guru BK baru. Astaga Olif, sudah terputus urat malunya pada dirinya ini.

"Permisi Pak," ucapnya lagi dengan hati-hati.

Guru tersebut melihat ke arah Olif tanpa menyuruh Olif untuk duduk. "Siapa kamu?"

Olif terkejut saat guru BK baru itu bertanya padanya. "Yah orang lah, masak gue macan." Gumamnya dalam hati.

"Saya Olif, Pak. Saya dari kelas dua belas Ipa, tadi ada seorang siswa yang bilang sama saya kalau saya di suruh ke ruang BK dan di panggil Pak Arsen." Jelasnya.

"Duduk." Ucapnya yang masih fokus ke arah laptop.

Dengan anggukan yang samar, Olif mulai duduk di bangku depan meja guru BK tersebut.

Arsenal Fernansyah seorang pria tampan berumur 25 tahun. Orang tuanya yang memiliki sekolah yang di tempati Olif dengan teman-temannya setiap hari. Seorang pria tampan, berbadan putih, bibir merah ranum dan yang saat ini menjadi guru BK di sekolah Olif.

"Kamu ini urutan pertama yang paling banyak melanggar aturan sekolah, poin kamu juga sangat banyak," ucap Arsen sambil menggelengkan kepalanya dan kedua mata yang masih fokus ke laptop.

"Kamu mau lulus?" Tanyanya melihat ke arah Olif.

"Astaga, ini ciptaan Mu? Indahnya, ternyata ada di bagian bumi sebelah sini." Ucapnya bermonolog.

Bersyukur? Tentu saja Olif bersyukur dengan manusia ciptaan yang Maha Kuasa yang satu ini, untung saja seorang pria yang ada di depannya ini adalah guru di sekolahnya.

"Kalo bukan guru gue, udah gue Pepet nggak bakal gue kasih kendor." Tawanya dalam hati.

"Iya Pak, saya mau lulus." Jawabnya kemudian setelah bermonolog dalam hati.

"Baiklah," ucap Arsen yang mulai berdiri dari duduknya. "Kalau kamu ingin lulus berarti kamu harus berusaha. Bagaimana?"

Olif hanya menganggukkan kepalanya dengan jari tangannya yang meremas rok sekolahnya.

"Baiklah, jadi kamu saya kasih tugas, kamu harus membuat makalah tentang cara disiplin," ucapannya terhenti dan melihat ke arah Olif.

"Nggak kamu catat? Saya nggak akan mengulangi pembicaraan kasian suara saya."

Dengan cepat Olif menyambar kertas kosong di depannya dan mengambil pulpen milik Arsen yang berada di tempat pulpen. Arsen mengangkat alisnya sebelah.

"Kamu nggak tau sopan santun ternyata," sarkasnya.

"Maaf Pak, saya izin pinjam pulpen bapak dan minta kertasnya." Ucapnya dengan hati-hati.

"Saya lanjutkan," ucapnya sambil berjalan menuju meja kembali. "Jadi kamu saya beri tugas membuat makalah tentang kedisiplinan dan gambarnya. Terserah mau kamu print atau kamu tulis tangan. Yang kedua, kamu saya beri tugas buat makalah setebal-tebalnya tentang olahraga, tapi kamu cari gambarnya di koran. Kamu ambil gambar tentang olahraga di koran, lalu kamu tempel dan yang ketiga, setiap datang sekolah dan saat jam istirahat pertama kamu harus hormat di tiang bendera selama lima menit dan yang terakhir, kamu harus berpura-pura menjadi pacar saya. Untuk tugas saya beri waktu selama empat hari dan pada hari Jumat kamu berikan sama saya tepat pukul enam pagi." Jelas Arsen panjang lebar.

𝐖𝐢𝐝𝐨𝐰𝐞𝐫? ✓ (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang