12

132 10 1
                                    

Saat itu juga Olif mengajak Reyhan ke taman kota untuk membeli cireng dan memakannya disana.

"Enak, Rey?" Tanya Olif kepada Reyhan yang sangat lahap memakan cireng.

"Olif, ada yang mau bicarakan dengan kamu." Ucap Arsen membuat Olif menoleh.

"Boleh, disini saja, Pak."

"Sebenarnya, Reyhan itu bukan anak kandung saya. Dia adalah anak dari kakak saya yang sudah meninggal saat melahirkan Reyhan. Ayahnya juga ikut meninggal karena dia frustasi di tinggal oleh istrinya. Jadi, saya bukan duda." Jelas Arsen dengan percaya dirinya.

Olif mengerutkan dahinya tidak mengerti dengan arah bicara Arsen. "Lalu?"

"Lalu," ucap Arsen meraih kedua tangan Olif. "Saya mencintai kamu, bisakah kita berkomitmen?"

Olif sangat terkejut dengan apa yang Arsen lakukan padanya, komitmen? Mempunyai hubungan saja dirinya masih amburadul di rebut sahabat sendiri, apalagi hanya sebuah komitmen?

Tapi, hubungannya dengan Gavin sudah berakhir. Olif sudah memutuskan hubungan dengan Gavin dua hari yang lalu, meskipun Gavin sangat tidak mau. Tapi, Olif sakit hati.

"Berkomitmen? Bisakah aku percaya nanti?" Gumam Olif dalam hati.

"Kamu pastikan dulu hatimu. Tapi, jika di perjalanan kamu berproses percaya dengan saya hatimu mulai ada rasa, saya bisa menyematkan cincin di jari manis kamu, saya mampu membawa kedua orang tua saya kerumah kamu. Niat sama baik, Olif."

Hatinya tertegun, pacuannya dua kali lebih cepat dari biasanya. Olif segera menarik tangannya yang di pegang Arsen, "saya coba dulu, Pak." Ucapnya dengan menundukkan kepala.

"Kakak, kakak kok bisa kenal sama Papanya Rey?" Tanya Reyhan sambil mengunyah cireng di mulutnya.

"Papanya Reyhan itu guru kakak di sekolah." Jawab Olif sambil mengelus puncak kepala Reyhan.

"Kak Olif jadi Mamanya Rey mau nggak?"

🔁🔁🔁

"Darimana?" Tanya seseorang yang sedang berdiri di belakang Olif.

Olif mengurungkan kakinya untuk melangkah ke dalam rumahnya, ia menoleh ke kebelakang yang ia lihat saat ini adalah Gavin.

"Bukan urusanmu, Jangan ganggu aku." Ucapnya yang sudah memegang kenop pintu rumahnya.

Tapi, pergelangan tangannya di cengkal oleh Gavin, Olif langsung melepaskannya dan menoleh ke arah Gavin lagi.

"Aku besok akan pindah sekolah, satu sekolah sama kamu." Ucapnya dengan cepat saat Olif akan masuk ke dalam rumah.

"Apa mau mu?"

"Aku mau kita memperbaiki hubungan kita lagi," ucap Gavin seolah-olah tidak pernah ada masalah.

Sedangkan Olif tersenyum kecut, "apa? Memperbaiki hubungan? Setelah kamu kotori sendiri hubungan kita, kamu mengajakku memperbaiki? Membuang sia-sia waktuku saja." Ucapnya lagi.

"Aku hanya ingin memperbaiki, meminta kesempatan kedua." Tekan Gavin saat Olif akan masuk ke dalam rumahnya.

"Gavin, tolong bukalah matamu, kamu sendiri yang membuat main hubungan kita dan kamu yang menghancurkannya. Jadi aku tidak membuka perbaikan apalagi kesempatan kedua." Kata Olif lagi dan lagi.

Gavin menatap kelopak mata Olif dalam. "Apakah kamu begitu jika sedang menggunakan akal mu?"

Olif melangkahkan kakinya mendekati Gavin, "iya. Karena aku sudah menggunakan hati tapi tetap saja di sakiti, sekarang aku lebih memilih menggunakan akal ku untuk memilih apa yang baik untuk hatiku."

𝐖𝐢𝐝𝐨𝐰𝐞𝐫? ✓ (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang