"Mendung tak berarti hujan"
.
.
.
.
.-Widower?"
Jam istirahat kedua telah tiba. Olif dan Citra berniat pergi ke kantin untuk mengisi perutnya. Tapi l, sebelum pergi ke kantin untuk makan, Citra mengajaknya pergi ke koperasi sekolah katanya ingin membeli bulpoin dan pensil dan yang membuat Olif malas adalah ia dan Citra akan melewati ruang BK.
Dengan langkah yang sangat malas dan mulut Citra yang terus saja bercerita, Olif berjalan beriringan dengan Citra menuju ke koperasi sekolah.
"Lif, liat itu," kata Citra mengalihkan pandangan Olif yang sedari tadi melihat ke arah lapangan, kini harus menatap lurus ke depan.
Arsen yang keluar dari ruangannya dan Irene yang sedang bergelayut manja di lengan sebelah kanan Arsen.
Olif mematung dan menghentikan langkahnya saat melihat Arsen dan Irene berjalan ke arahnya. Namun, sedetik kemudian Olif membiasakan ekspresinya. Sakit.
Irene dan Arsen berhenti tepat di depan Olif dan Citra berhenti, Irene yang melihatkan senyum kemenangannya saat dia bisa berjalan dengan Arsen tanpa penolakan dari laki-laki tersebut.
Sedangkan Arsen menatap Olif diam, mencari sesuatu di mata gadis itu. Tidak! Gadisnya pasti sedih meskipun dirinya tidak bisa melihat dari bola mata Olif.
"Permisi ya, Tante kami mau lewat jadi jangan menghadang jalan," ledek Citra kepada seorang wanita yang sedang bergelayut manja di lengan Arsen.
Irene yang merasa dirinya dihina tidak bisa menerima semuanya dengan muda, "heh, emang Lo pikir ini sekolah milik Lo?" kata Irene dengan wajah yang sudah di penuhi dengan emosi.
Olif diam menatap Citra yang dengan beraninya berbicara seperti itu kepada Irene. Lebih tepatnya calon tunangan Arsen. Olif diam tidak ingin ikut campur meskipun sebenarnya dirinya ingin sekali menyimpan mulut Irene dengan sepatunya.
"Sorry ya Tante, meskipun sekolah ini bukan milik gue, tapi SPP sama uang gedung gue bayar pakek uang bukan pakek daun!" kata Citra dengan nada yang tidak kalah ketus, Citra menarik pergelangan tangan Olif dan membentur pundak Irene membuat sang empu sedikit terhuyung ke belakang.
"Sebentar lagi gue akan melihat makhluk tengil itu hancur!"
-Widower?"
Bel pulang sekolah telah berbunyi seluruh siswa pun berhamburan keluar sekolah. Cuaca yang begitu mendung menandakan hujan akan turun.
Olif yang sedari tadi berjalan di koridor matanya tak lepas menatap langit. Awannya hitam sekali. Seolah-olah air hujan akan tumpah angin mulai datang menerpa wajah damai Olif.
Citra yang sudah pulang sedari tadi dengan alasan terburu-buru sampai tidak bisa mengantarkan Olif.
Brak!!
Saat sedang melihat-lihat awan hitam dengan asyiknya, sampai Olif tidak sengaja menabrak seseorang sampai membuat buku yang di pegang jatuh. Dengan cepat Olif mengambil buku-buku yang sedang tergeletak di lantai.
"Eh, maaf yah maaf nggak sengaja," katanya tanpa menoleh kepada sang pemilik buku.
"Iya, nggakpapa." Jawab sang pemilik buku tersebut. Bukannya bangun dari jongkoknya karena sudah selesai mengambil buku yang tergeletak justru Olif dibuat mematung oleh sang pemilik buku tersebut.
"Novel? Cowok? Astaga, cowok ini suka baca novel?" olif bermonolog sampai akhirnya menengadahkan kepalanya melihat sang pemilik buku dan ia mulai berdiri. "Ini novelnya, maaf tadi nggak sengaja." Kata Olif meminta maaf lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐖𝐢𝐝𝐨𝐰𝐞𝐫? ✓ (Belum Revisi)
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [BUDAYAKAN VOTE DAN COMEN] Duda? Sering kali sahabat karibnya itu memanggilnya dengan sebutan tersebut. Arsenal Fernansyah, seorang peri berumur 25 tahun, menjadi guru BK di sekolah milik orang tuanya serta menjadi seorang C...