Pagi sudah tiba, Olif segera berangkat ke sekolahnya. Tapi, lagi-lagi Reyhan menahannya, katanya ia ingin ikut Olif sekolah. Tapi, Bunda dan Ayahnya mampu merayu Reyhan dengan menjanjikan Reyhan setelah sarapan ikut bermain ke mall. Tentu saja Reyhan meneriakkan kata 'mau' dengan keras dan begitu antusias.
"Yaudah, nanti sepulang sekolah Rey ikut Tante juga," ucapnya berjongkok di depan Reyhan.
"Kemana Tante?"
"Jalan-jalan dong, Rey mau?" Tanyanya memastikan.
Rey mengangguk antusias, "mau Tante, mau. Yeay.... Hari ini double jalan-jalan."
Sesampainya di sekolah, Olif segera menuju ke dalam kelasnya. Dilihatnya Citra yang tersenyum ke arahnya. Tumben sekali Citra datang lebih awal darinya?
"Tumben duluan gue?"
"Lagi ditahan sama bayi gue," ucapnya menuju ke bangku tepat di samping Citra. Tempat duduknya.
"Bayi? Lo punya anak? Yang bener Lo, anak siapa?" Tanyanya sambil memegang tangan Olif sambil ia guncang.
Olif memutar bola matanya malas, "dengerin dulu kenapa sih penjelasan gue."
Spontan Citra langsung melepaskan tangannya yang sedang memegang lengan tangan Olif. "Yaudah jelasin."
"Kemarin itu setelah gue nolak ajakan Lo untuk pulang bareng, gue nggak ada yang ngajakin lagi, Cit. Sampai akhirnya tinggal gue sendiri di halte depan sekolah, matahari hampir aja tenggelam, waktu itu gue kira ada anak kecil jalan sendiri gue kira tuyul Dan gue kira itu anak bocah jadi-jadian te______"
"Lo emng suka yah pikiran Lo tuh selalu aja negatif terus, sukanya ngehalu terus, Sampek eneg gue dengernya." Ucapnya memotong pembicaraan Olif.
"Lo tuh bisa diem nggak Cit, gue mau cerita Lo pengen tau apa nggak?" Tanyanya dengan kesal dan berdecak pinggang.
"Yaudah iya-iya, lanjutin." Pasrah Citra.
"Terus dia nyamperin gue sambil manggil gue Tante, terus dia merengek gini Cit, 'Tante aku pengen pulang.' gitu, setelah gue tanya dan pada akhirnya gue bawa di pulang kerumah dan yang bikin gue heran adalah Bunda sama Ayah, masa mereka suruh itu anak kecil manggil mereka Omah sama Opah." Jelasnya sambil memutar bola matanya malas.
"Emang itu anak kecil namanya siapa, Lif?" Tanya Citra yang mulai penasaran.
"Gue nggak tau nama lengkap dia sih, Cit. Tapi nama panggilan dia itu Reyhan." Jawab Olif.
Citra memanggut-manggutkan kepalanya mengerti, sampai akhirnya dia kembali mengguncang lengan Olif. "Lif Lo harus tau ini," katanya dengan tiba-tiba.
Olif yang tidak mengerti hanya mengerutkan dahinya. "Apa?"
"Disini ada guru baru,"
"Maksud Lo?" Tanyanya yang berpura-pura tidak mengerti. Tapi, aslinya Olif mengerti hanya takut dia salah dengar.
"Lo budek apa enggak punya telinga sih ,Lif? Iya di sekolah kita ada guru baru." Jelasnya lagi dan untuk yang terakhir kali. Untuk Olif.
"Oh, guru apa?" Tanyanya kemudian membuat Citra menggeram kesal.
"BK."
Olif hanya menjawab ber-oh ria saja, tapi kali ini matanya cepat-cepat melotot. "Apa?! BK? Astaga yang bener aja, Cit?!" Ucapnya yang terkejut dengan nada suara yang tinggi.
"Berisik Lo, bangke. Iya, BK, kenapa? Lo takut? Penakut Lo." Hina Citra dengan nada ketusnya.
BK? Tentu saja Olif sangatlah terkejut. Siswi yang sangat di sukai oleh teman satu sekolahnya ini, selain bodoh dalam materi di jam pelajaran dia juga suka keluar masuk ruangan BK.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐖𝐢𝐝𝐨𝐰𝐞𝐫? ✓ (Belum Revisi)
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [BUDAYAKAN VOTE DAN COMEN] Duda? Sering kali sahabat karibnya itu memanggilnya dengan sebutan tersebut. Arsenal Fernansyah, seorang peri berumur 25 tahun, menjadi guru BK di sekolah milik orang tuanya serta menjadi seorang C...