"KAU pasti bercanda." Seokmin mendongak dengan wajah tercengang, tidak repot-repot menyembunyikan rasa heran bercampur nada tak percaya dalam suaranya saat melanjutkan, "Rumah hantu? Kau ingin kita masuk ke rumah hantu?"
Chani mengangguk antusias, sama sekali tak merasa bersalah kendati kini empat pemuda tengah menatapnya penuh tanya. "Aturannya tiap kloter diisi oleh maksimal tiga orang. Tapi, kita bisa membuat ini jadi berpasangan. Wonwoo dengan Nara. Seokmin dengan Jihoon, sementara aku akan masuk dengan Jeonghan sunbaenim."
Ah, ingin pendekatan, rupanya. Nara diam-diam tersenyum geli, menjejeli kedua tangan dalam saku kardigan dan mengangguk paham. Manusia modern itu memang aneh, cepat sekali jatuh cinta dan tertarik hanya dengan pandangan mata, dengan slogan yang dibangga-banggakan, 'cinta pada pandangan pertama'. Baru genap satu hari terhitung perkenalan dengan senior itu―pemuda dengan suara semanis madu dan senyum sehangat mentari―Chani sudah bersikukuh untuk membawanya serta dalam 'liburan pendek' persahabatan yang dicetus mendadak saat akhir pekan.
Well, baiklah. Liburan barangkali bukan kata yang tepat. Nara yakin di atas kasurnya saat ini masih berserakan belasan kertas catatan bercampur soal yang harus dikumpul minggu depan. Wonwoo saja baru masuk kemarin, ia harus mengejar banyak ketertinggalan kelas. Apalagi fakta bahwa Jihoon yang perfeksionis itu tak henti memberi 'wejangan' sarkas berkaitan dengan hal-hal akademis pada Wonwoo―rata-rata bunyinya, "Kau sudah kembali, huh? Masih ingat kuliah, rupanya. Ada banyak kuis dan catatan akademis yang kau lewatkan. Memang mau jadi apa? Mahasiswa abadi, hah?"
Tentu saja, Wonwoo tak hanya diam dan menurut layaknya anak ayam hilang. Anehnya untuk kali ini pemuda itu tidak mau mengalah, tak peduli fakta bahwa mereka baru bertengkar beberapa hari lalu. Ia malah menukas tak kalah sarkas, "Kalau iya memang kenapa? Kau khawatir aku menggeser posisimu sebagai mahasiswa favorit profesor Kim? Tenang saja, itu tidak akan terjadi."
Seokmin tergelak. Wajah Jihoon memerah seiring dengan kerutan yang bertambah pada keningnya. Namun di detik yang sama, Nara diam-diam dapat melihat segurat senyum terpatri di wajah Wonwoo kala ia melirik Jihoon mengerucutkan bibir.
Memang, bahasa cinta semua orang berbeda-beda. Agaknya itu pula alasan mengapa Lee Jihoon rela meninggalkan waktu berharganya untuk belajar dan malah ikut dalam liburan singkat ala Chani ini.
Dan, di sinilah mereka.
Taman bermain di ujung kota yang terkenal dengan rumah hantu terseram
"Kukira kau ingin mengajak kita ke taman bermain," Wonwoo menekankan dua kata terakhir dengan sarkas, melirik malas ke arah gedung rumah hantu yang menjulang. Bagian atasnya ditempeli sebuah tulisan besar dengan font paling payah sepanjang masa, 'House of Horror'.
Jeonghan menyahut lugu, "Oh, ya?" Pemuda itu mengerjap, tatapannya bergulir dari Chani pada Wonwoo. "Tapi Chani berkata padaku bahwa kita akan pergi ke rumah hantu."
"Ini juga termasuk taman bermain," tukas Chani cepat, buru-buru mengukir senyum walau sebelumnya tampak resah. "Hanya saja, aku memang ingin mencoba masuk dalam rumah hantunya. Kata orang, rumah hantu di sini adalah rumah hantu terseram."
"Hantu jadi-jadian begitu dibilang seram." Jihoon mencebik. "Payah."
"Lee Jihoon!"
Pemuda itu mendengkus sinis. "Aku tidak ikut." Ia berbalik dan beranjak pergi, tetapi Chani terlebih dulu menarik kaosnya kasar―sukses membuat lawan bicara membulatkan mata panik. "Jangan ditarik, ini kaos baru! Nanti melar!"
"Tidak usah memikirkan tugas saat hari libur begini. Lagipula, anggap saja ini rasa terima kasih pada senior Jeonghan yang sudah membantu penilaian proyekmu kemarin," sergah Chani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]
फैनफिक्शनHades ingin pemuda itu mati. Maka ia mengutus Eleft―sang perancang kematian―untuk datang ke bumi, merekam semua data kriminal Wonwoo, lalu menetapkan hari serta rencana yang pas hingga pemuda itu tewas. Namun salah besar bila Eleft pikir misi ini ak...