06; A Missing Piece

529 100 6
                                    

SEOLAH ciuman di atas ranjang sekadar gurauan semata dan bukan perkara serius, Kim Nara tak dapat menemukan presensi Wonwoo di kampus berhari-hari selepas 'sarapan panas' itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEOLAH ciuman di atas ranjang sekadar gurauan semata dan bukan perkara serius, Kim Nara tak dapat menemukan presensi Wonwoo di kampus berhari-hari selepas 'sarapan panas' itu.

Hari-hari yang berlalu mendadak berubah hambar, membuat Nara kian lama kian digandoli rasa resah. Apa Wonwoo pergi untuk melakukan tindak kriminal sembunyi-sembunyi? Bisa jadi, lho. Itu prediksi dengan tingkat kemungkinan paling tinggi. Toh dalam data Hades sendiri tertulis bahwa Si Apatis Jeon ini memang sering bolos kelas berhari-hari―atau berminggu-minggu, bahkan―tanpa alasan konkret mengapa.

Ah, gadis itu merasa seperti penguntit aktif sekarang. Bangun pagi buta dan datang ke kampus tepat pukul tujuh bak mahasiswi rajin, menyusuri beberapa kelas di jurusan akuntansi dengan dalih mencari teman, bahkan sampai menanyakan daftar absensi pada mahasiswa lain.

Kini, berdiri di tepi koridor seraya membaca silabus untuk kelas yang baru usai, Nara menggigit bibir pelan sementara tatapannya tak henti bergerak; beralih dari kertas di genggaman, kerumunan mahasiswa yang berlalu lalang, kertas, lalu kerumunan.

Namun hasilnya tetap nihil.

Jeon Wonwoo tak dapat ditemukan di koridor utama universitas.

"Nara? Kim Nara?"

Lamunannya buyar dalam sekejap. Nyaris terlonjak saat menemukan tangan seseorang mendarat pada bahunya tiba-tiba, gadis itu segera menoleh, mendapati wajah familiar dengan mata menatap hangat dan senyum terulas lebar.

Ah, Pemuda Perpustakaan ... Siapa namanya?

"Syukurlah aku tidak salah orang." Pemuda itu menggaruk tengkuk canggung, seketika mengingatkan Nara akan belasan pesan lawas beberapa hari lalu yang belum sempat ia balas. Namun alih-alih menyinggung masalah pesan atau sosial media, sahabat Wonwoo satu ini malah menyengir lebar, giginya terpampang rapi serta kedua iris yang menyipit lucu kala berujar, "Tadinya aku ingin pergi ke ruang dosen, tapi melihatmu di tengah-tengah himpunan mahasiswa, aku mendadak terpikir niat untuk menyapamu sebentar."

Nara balas tersenyum, menerima sapaan itu dengan anggukan kecil. Benar, bagaimana bisa ia lupa? Satu teman Wonwoo ini harusnya dapat menjadi aset berharga untuk mencari tahu keberadaan targetnya sekarang. "Kau masih mengingatku ternyata," ujarnya ramah, sekadar basa-basi untuk menarik perhatian lawan bicara, "tapi ini masih waktu yang terlalu pagi untuk sampai ke kampus. Apa kau juga memiliki jadwal kelas pagi?"

Pemuda itu mengendikkan bahu. "Begitulah, kelas siangku dimajukan atas permintaan dosen. Padahal pergantian waktu seperti itu sama sekali tidak efektif. Aku terbiasa bangun pukul sebelas siang―hasil bermain game online," sambungnya, kali ini dengan kekehan bangga, seolah hal tersebut merupakan pencapaian luar biasa dalam hidup. "Biasanya Wonwoo juga ikut, tetapi entahlah ... akhir-akhir ini ia jarang dihubungi."

Bingo.

"Ah, berbicara soal Wonwoo, aku tidak melihatnya di kantin atau perpustakaan akhir-akhir ini. Apa ia juga absen di kelas?"

Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang