31; (Last) Barbeque Night

264 51 11
                                    

"TIDAK mungkin." Gemeretak giginya terdengar bagai retak tulang dan remuk harapan. "Katakan, Foniash, kau tidak sedang bercanda sekarang."

Rentetan hal gila telah menghantam kepalanya dalam hitungan hari: Yoon Jeonghan yang disangka sebagai senior paling sopan dan manis mengaku diri sebagai Mozzakh, pekerja dewa yang paling teledor dan impulsif. Jeonghan mendebat segala keputusannya tentang Wonwoo, mendesak sekaligus menghasutnya bahwa targetnya ialah seorang pendosa; orang yang layak menerima hukuman. Hanya berjarak hitungan jam sejak peristiwa tersebut menghantam benak, kini isi kepala Nara seolah baru dilobangi oleh sebutir peluru baru.

Bahwa Foniash, ruh budaknya, adalah Song Jungwoo, sahabat Wonwoo.

"Tidak mungkin." Pandangannya jatuh pada sepiring darah segar di sana. "Jungwoo tidak mungkin masuk ke misi ini untuk membunuh sahabatnya sendiri."

"Andai saya bisa memilih untuk memilih target saya sendiri." Foniash hanya tersenyum sedih. "Kenyataannya, Nara, saya hanya seorang budak."

Kepala Nara berdenyut keras, rasanya seolah dapat meledak kapan saja. Tubuhnya lelah, punggungnya sakit, matanya perih. Ia ingin kembali berteriak, menentang seluruh fakta gila tersebut kalau saja irisnya tak kembali menangkap foto hasil pemberian Foniash, sebagai bukti bahwa ia benar-benar Song Jungwoo. Foto lawas dimana dua bocah tengil saling merangkul dan memamerkan gigi-gigi susu ke arah kamera.

Nara mengenal foto ini: foto serupa yang terletak di apartemen Wonwoo.

"Dari mana kau mencuri ini?" tanya Nara, sontak bersikap defensif.

Foniash menyahut tenang, "Saya memilikinya. Hanya saya dan Wonwoo yang memiliki foto itu."

Tawa sinis si gadis mengudara. "Kau tahu orang mati tidak bisa membawa apa-apa ke alam bawah."

"Kalau begitu, bagaimana saya bisa mengantar data dari dewa ke nona?" Lagi-lagi, ruh itu menjawab dengan tenang namun cerdas, sukses membungkam lawan bicara sepenuhnya. "Foto itu ada sebagai salah satu kenang-kenangan kematian saya." Foniash tersenyum pahit. Ia tidak menyadari itu Song Jungwoo, tentu saja. Dan barangkali, tidak akan pernah.

Sebab tak pernah sekalipun terpikir dalam benak si gadis, bahwa Hades akan memberi sahabat target sebagai utusan budak.

Nara tertawa sinis. "Kenapa kau pikir sekarang waktu yang pas untuk mengaku? Aku bisa melaporkanmu pada dewa, apa kau tak takut? Kau bisa dilempar ke neraka, kau bisa menghabiskan seluruh hidupmu terpanggang dalam api neraka, kau tak takut?"

"Saya sudah melihat dan mencicipi dengan mulut sendiri bagaimana pahitnya hidup di bumi dan menjalani tugas sebagai budak. Saya tidak masalah bila nona mengirim saya ke neraka. Hanya, saya tidak ingin Wonwoo terlibat." Jeda sejenak, kini mata gelap itu tampak menerawang menatap sepiring darah di hadapannya, terduduk perlahan. Detik itu Nara sadar, selagi bertugas, Foniash tidak pernah meminta izin untuk mengistirahatkan tungkainya dan mencatat. Gerakan ruh itu selalu statis: muncul, berdiri, melempar beberapa pertanyaan dan laporan, lalu pergi. Hilang, lenyap. Hanya untuk sekali ini, Nara melihatnya bukan sebagai budak, melainkan sebagai seorang teman. "Saya tidak ingin Wonwoo melakukan apa yang saya lakukan: berkeliling ke satu bumi untuk membantu pembunuhan seseorang."

Nara berdecak kesal. "Bukankah sudah terlambat? Tanggal kematian telah ditetapkan, semua rencana telah disusun matang."

Foniash hanya menatapnya sendu. "Bukankah nona pernah berkata bahwa selama target belum mengalami kematian, maka misi belum berakhir?"

Si gadis bungkam tak berkata-kata.

"Nona mengingatkan saya, bahwa tidak ada yang terlambat di dunia. Selama kematian belum menjamah, selama waktu masih memberi kesempatan. Saya mendapat harapan baru, barangkali masih ada kesempatan untuk menolong Wonwoo."

Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang