13.2; Brittle Heart, Frail Soul

385 85 9
                                    

PECAHAN vas kaca, botol soju setengah kosong yang tergeletak, dan darah. Sebilah pisau lipat mini berada tepat di sebelah tangan sang pemuda. Nara sempat merasa jantungnya seolah berhenti berdetak untuk satu sekon yang kelewat cepat. Jemarinya gemetar, aliran darah dalam tungkainya seolah berhenti begitu saja. Ia segera menghampiri pemuda itu, membawa tubuh ringkihnya dalam dekapan dan air mata.

Kendati dalam hatinya Nara lega, kekasihnya masih seratus persen bernapas.

***

SEOUL yang bising

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEOUL yang bising. Malam yang mencekik. Sementara kepalanya tak henti memutar kronologi serta berbagai macam dugaan alasan pahit yang menyebabkan insiden mengerikan tadi pagi, Nara dapat merasa jantungnya seolah diremas kuat-kuat kala kembali melirik pemuda di hadapannya duduk dan termenung. Hening telah merambat dan melebur dalam udara malam. Belaian angin samar-samar mencium kulit. Bersamaan dengan hela napas yang diloloskan lambat, Nara menguatkan hati sendiri tatkala duduk di samping Wonwoo, menelan seluruh getir yang menjelajah tenggorokan saat menyodorkan segelas teh chesnut. "Minumlah. Kau belum makan apapun sejak pagi."

Manusia memang makhluk yang rapuh.

"Aku tidak lapar," Wonwoo menyahut, tak repot-repot melirik sang lawan bicara. Suaranya terdengar serak dan dingin luar biasaーnada yang sama yang digunakan pemuda itu kala Nara mendapatinya terluka di jok dapur pagi ini. "Pulanglah. Hari sudah larut, aku tahu kau punya kelas besok pagi."

Dan, pengecut. Rapuh dan pengecut. Tanpa sadar Nara sudah mengepal tangan. Wajahnya merah padam. Setelah puas menciptakan 'keributan' kecil dengan tidak menghadiri kelas pukul 8 tadi, tidak mengangkat panggilan Seokmin atau membalas pesan Chani, alih-alih duduk dan menceritakan alasannya bolos tadi pagi, kini Wonwoo malah pergi ke rooftop apartemen, duduk di sebuah sofa kulit usang dan membungkam diri sembari menatap bintang.

Apa yang sebenarnya pemuda itu pikirkan?

Belasan jam telah berlalu semenjak insiden mengerikan tersebut. Nara masih dapat merekam semua dengan jelas; pecahan beling, tanah dan butiran pasir berserakan, kopi dan bir menggenang di lantai dapur; semua bercampur aduk menjadi suatu kekacauan besar.

Padahal semalam, pemuda itu masih baik-baik saja.

Padahal semalam, mereka berjanji akan makan siang bersama di kampus.

Dan dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam, seluruh janji tersebut menguap, musnah seolah memang tak pernah diucap.

Kendati kini benaknya meluap oleh kuriositas, Nara memilih untuk diam dan menahan diri berjam-jam. Toh persis seperti dugaannya sejak pagi, pemuda yang kini menyandang status sebagai kekasihーatau mungkin, sekadar teman kencannya sehariーtak akan semudah itu membeberkan akar masalah yang membuatnya kembali mengiris pergelangan tangan.

Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang