28; Reunion

257 50 7
                                    

"ORANG bilang, mereka yang telah pergi tidak pernah benar-benar pergi. Fisik mereka memang sudah tak dapat dijamah, tetapi memori yang dihabiskan bersama tak akan pernah hilang. Mereka akan selalu ada di hatimu: tinggal dan menetap bersama seluruh kenangan lama itu." Seokmin tersenyum, meletakkan sekuntum bunga krisan putih di depan foto Seungcheol. "Karena itu, tidak ada kata kehilangan pada kepergian Choi Seungcheol. Aku yakin ia sudah bahagia berkumpul dengan Airin. Dan setidaknya untuk itu, kita bisa berbahagia."

Rumah duka yang penuh dengan duka. Seokmin menyingkir, memberi kesempatan pada yang lain untuk memberi bunga dan penghormatan terakhir kepada mendiang Choi. Chani yang kedua, memberi sebuket bunga dan sempat menitikkan air mata walau detik kemudian langsung ditepis. Jihoon menyusul, hanya alih-alih bunga, pemuda itu membawakan sebuah game console lawas yang warna merahnya sudah memudar. Sama seperti Chani, ia pun tidak bersuara. Hanya membungkuk, meletakkan barang itu di depan pigura foto Seungcheol sebelum beralih.

Wonwoo mulai melangkah maju, sejenak berdiri di sana hanya mengamati foto lawas sepupunya yang berdiri teguh di dalam lemari kaca. Wajahnya tampak lugu, senyumnyaーyang begitu manis dan lebar hingga menyentuh mataーterlihat sangat tulus. Wonwoo membungkuk di depan foto itu. Dalam dan lama. Barangkali pula, Nara menduga, pemuda itu diam-diam menangis pada penghormatan terakhirnya; pada perpisahan, permintaan maaf, juga pertemuan terakhir dengan satu-satunya keluarga yang ia punya. Saat Wonwoo bangkit, ia menyerahkan sebuah dasi hitam bermotif polkadot, tersenyum saat kembali melihat pigora Seungcheol untuk kedua kali. "Aku harap kau tidak pernah lupa sejarah dasi ini," kata Wonwoo, mencoba untuk bergurau tapi suaranya malah terdengar serak. "Terima kasih untuk semuanya. Aku harap kau tenang di sana."

Terakhir, Kim Nara. Gadis itu, sejujurnya, tidak tahu harus membawakan apa. Wonwoo bilang, ia tak perlu membawa apapun, tapi tentu hati kecilnya mengatakan hal berbeda. Ia tidak pernah mengenal Choi Seunghceolーkecuali sebuah fakta bahwa ia hanyalah pemuda pemarah yang penuh kepahitan. Jadi hari itu, Nara membawakan sebuket bunga krisan putih. Mengamati wajah Seungcheol untuk terakhir kali, ia sempat berharap lirih, "Semoga kau bisa bertemu dengan adikmu lagi."

Amin.

Setelah kunjungan itu, tidak ada yang berani membuka konversasi. Seokmin kehilangan nyalinya untuk meramaikan suasana, Jihoonーseperti biasaーtidak berselera untuk terlibat basa basi sederhana. Makan siang berlalu dalam canggung dan hening. Irisan babi rebus serta jeon yang dipesan terasa keras dan hambar, tetapi Nara menelan seluruh keluhannya dalam diam. Barangkali, satu-satunya kalimat yang diperdengungkan selama dua jam tersebut hanyalah Chani dengan suara lemahnya berkata, "Senior Jeonghan menyampaikan ucapan belasungkawa sekaligus permintaan maaf karena tidak bisa datang. Ada anggota keluarganya yang singgah ke kota."

"Kukira kau sudah tidak dekat dengan pemuda itu," sinis Jihoon, namun Chani memilih untuk tidak membalas.

Kim Nara hanya dapat menelan ludah mendengar itu. Secara mengejutkan, Yoon Jeonghan tak pernah muncul setelah kebenaran kasus Wonwoo mulai tersebar di kampus. Beberapa mahasiswa menyebut Wonwoo sebagai pahlawan, tetapi tak sedikit pula yang berpikir bahwa itu hanyalah kepura-puraan. "Wonwoo punya banyak uang untuk membungkam polisi, bukan? Lagipula kudengar, ia pernah memerkosa sepupunya sendiri, bukan hal sulit untuk membunuh sepupunya yang kedua."

Seokmin tidak lagi merespon kepada hujatan-hujatan itu. Mungkin ia sudah belajar untuk menerima fakta bahwa tidak semua orang akan memandang kebenaran sebagaimana mestinya. Sebaliknya, Jihoon mulai menjadi sensitif dengan gosip tentang Wonwoo. Seperti saat makan siang kemarin, Nara sedikit terkejut saat Jihoon berani melempar baki pada sekelompok mahasiswa yang membuat lelucon tentang Si Jeon itu.

"Sudah siang, aku akan mengantar Chani pulang." Seokmin berkata, menepuk pundak Wonwoo dan Jihoon sebelum melangkah bersama Chani.

Jihoon sempat mengusap tengkuk canggung, namun sebelum pemuda itu membuka suara, Wonwoo sudah terlebih dulu berkata, "Terima kasih. Tindakan heroikmu di kampus, aku mendengar semuanya."

Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang