32; Entangled With A Kiss

322 53 6
                                    

Guys, chapter yang kemarin belum tamat🤣. (Last) di sana untuk keperluan judul saja.
Masih ada sekitar 5-6 part sebelum epilogue(ㆁωㆁ*). So, enjoy!

BARBEQUE malam itu bagai hiburan terakhir yang bisa Nara ingat untuk beberapa hari kedepan. Persetan urusan kampus, ia malah menghabiskan empat hari mengurung diri dalam kamar. Saat Chani bertanya alasannya bolos kelas, Nara malah mengarang cerita bahwa ia sakit perut setelah menelan makanan kaleng expired.

Ia juga belum melihat Wonwoo sejak makan malam, kabarnya pemuda itu hendak mencari kerja sampingan semenjak drop out dari kuliahーide yang langsung disetujui Seokmin dan Jihoon. Keputusan itu, secara tak langsung, menguntungkan si gadis lebih dari yang ia duga. Sebab kini, Nara punya lebih banyak waktu luang untuk bertemu sekaligus mengenal lebih dekat sosok Foniash. Atau, Choi Jungwoo.

Pemuda itu kelahiran tahun 97, telah bersahabat dengan Wonwoo sejak taman kanak-kanak. Bermula dari tetangga, merambah jadi teman, sahabat dekat, hingga keduanya dijuluki 'Kembaran Woo' sebab tak terpisahkan.

Melalui cerita Jungwoo, Nara merasa seolah tengah mengupas sosok Wonwoo dari sisi berbeda. Targetnya yang terkenal begitu sangar, ternyata pernah menangis keras sebab gulalinya jatuh ke selokan. Wonwoo yang memiliki tatapan tajam dan terkenal alkoholik berat, dulunya hanyalah seorang anak kecil imut dengan pipi menggembung merah ketika marah. Dan yang paling menggelikan, yang seketika sukses membuat tawa si gadis pecah tak percaya, ialah sebuah fakta bahwa Wonwoo kecil tidak bisa tidur tanpa mengemut dot meski usianya sudah genap 8 tahun.

"Ia akan selalu membawa dot favoritnya, bahkan saat kemah musim panas di sekolah."

"Tidak mungkin," kata Nara, tak bisa mengendalikan tawa. Ia kembali melihat foto-foto masa kecil Wonwooーkenang-kenangan milik Foniash yang diletakkan dalam kolumbariumnya. "Kau serius ia mengisap dot sampai usia 8 tahun?"

Foniash tersenyum. "Saya selalu ingat peringai sahabat saya, Nara." Suaranya terdengar lembut dan tenang, walau masih terdengar rasa hormat dan segan saat menyebut nama si gadis. Kini alih-alih berdiri, ruh itu duduk bersila di hadapan lawan bicara. Gurat lelah, frustrasi, serta sorot mata sendu yang menghiasi wajahnya kini tersamarkan oleh senyuman.

Untuk pertama kali, Nara melihat satu ruh kembali tampak hidup walau ia sudah mati.

"Semua orang menertawakannya, semua anak di kelas kami mengoloknya sebagai anak manja. Tetapi, kalau tahu alasannya, saya yakin mereka akan langsung tutup mulut."

Alis Nara bertaut. "Memang apa?"

"Ayahnya," jawab Foniash, "Tuan Jeon mulai sering memukul ibu Wonwoo sejak ia berusia 8 tahun. Mulai saat itu, Wonwoo sering mimpi buruk. Adegan pukulan, pecahan beling, dan sabuk ayahnya menancap di kulit ibunya hingga menghasilkan darah kerap terputar dalam tidurnya."

Tanpa sadar Nara menahan napas. Ia memandangi potret itu lagi, bocah kecil dengan pipi gempal tersebut harus menyaksikan kekerasan walau usianya belum genap sepuluh tahun.

"Setiap kali mimpi buruk, Wonwoo akan menggigit bibirnya untuk menahan rasa takut. Saat terbangun mulutnya bersimbah darah. Setelah satu minggu, bibirnya robek. Luka berat. Banyak darah. Untuk mencegah itu, saya memberinya saran untuk menggigit dot."

Foniash benar. Setelah mendengar cerita itu, membayangkan Wonwoo kecil menyesap dot tak lagi terasa lucu.

"Kenapa ayah Wonwoo tega melakukan itu?" tanya si gadis lirih.

"Karena ia ingin istrinya mati," jawab Foniash kelewat mantap. Dari kilat matanya, Nara dapat melihat sepercik amarah memantik di sana. "Tuan Jeon sudah tidak mencintai ibu Wonwoo lagi. Tak lama setelah kematian wanita itu, Tuan Jeon menikah dengan wanita lain: seorang pecandu ganja, Kim Yena."

Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang