SELAMA beberapa detik yang terasa bagai belasan jam, Kim Nara melihat apa yang terjadi di depannya bagai mimpi semata: bagaimana Jeon Wonwoo mengerjap, ekspresinya sekeras batu tetapi tatapannya sehampa cakrawala, sebuket bunga mawar yang tadi ia genggam kini mendarat di lantai begitu saja. Anehnya pemuda itu sama sekali tak murka. Anehnya, Nara malah menemukan diri semakin dirambati gelisah kala mendengar suara serak Wonwoo menyapu halus keheningan di sana, "Pintunya terbuka, jadi aku masuk tanpa mengetuk. Kudengar kau sakit." Ia menatap si gadis beberapa saat sebelum beralih pada Jeonghan, mengangguk paham. "Aku harap, kau tidak bermain-main dengan perasaan Chani."
Hanya itu. Jeda yang diisi keheningan selanjutnya semakin mencekik batin, sebelum Wonwoo berbalik dan pergi.
"Tidak, Wonwoo." Nara bangkit, tangannya gemetar setengah panik. "Ini tidak seperti yang kauー"
Namun, suaranya terputus. Cengkraman Jeonghan sudah menahan langkahnya di depan pintu. "Jadi ini alasannya," kata pemuda itu, tersenyum nanar. "Ini mengapa kau berani membelok dari dewa. Kau benar-benar mencintai pemuda itu."
Tatapannya menyiratkan sok terluka, tapi Nara terlampau marah untuk melihatnya. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung melemparkan telapak tangannya mengenai wajah lawan bicara, mencetak bekas lebam merah pada pipinya. "Kau gila? Bangga melakukan itu di depannya? Keparat sialan!"
Jeonghan balas berteriak, "Kau yang gila karena telah mencintai manusia!"
"Simpan omong kosongmu untuk dewa!"
Nara menyentak diri hendak pergi, tapi Jeonghan tidak membiarkannya lewat dengan mudah. Alih-alih marah, kedua iris tersebut kini malah menatap berkaca-kaca. "Dengarkan aku, Eleft. Kau tidak bisa melakukan ini. Kau tidak bisa terus memihaknya danー"
"Apa yang salah dalam otakmu, Yoon Jeonghan?!" teriak Nara, benar-benar merasa muak. "Kita di sini sebagai manusiaーdiam di kamar sebagai pria dan wanita, tidakkah kau sadar? Satu sikap gegabahmu dapat merusak hubunganku dengan Wonwoo. Satu hubunganmu dapat merusak misikuー"
"Misimu untuk apa? Untuk membunuh Wonwoo?" tukas Jeonghan, tertawa sarkas. "Bukannya tadi kau bilang, kau ingin menyelamatkan bajingan itu?"
"Benar," kata Nara, balas menantang. "Aku membutuhkan pemuda itu untuk misi-ku sendiri; untuk menyelamatkan nyawanya lagi."
"Tidak, kau tidak bisa melakukan itu. Hades menginginkan kematiannya, Eleft! Dan ini tugasmu! Kau ingin jiwa kita berakhir di perapian neraka, hah?!"
"Bila itu bisa menyelamatkan ratusan nyawa yang lain," si gadis menarik napas dalam-dalam. "Kau kira aku akan ragu melakukan itu?"
Jeonghan kehilangan kata-kata.
"Dulu aku mati dalam penyesalan." Nara menatap nanar, lututnya gemetar dan seketika gadis itu terduduk di bawah. Bayangan tatapan terluka Wonwoo kembali menghantui benak, gambaran tentang malam pertama saat kematiannya pun ikut terputar. Tak ada harapan, tak ada kedamaian. Malam kematiannya yang pertama diisi oleh air mata, kepahitan, dan kekecewaan. Segala perasaan itu nyaris mencekik lehernya, memutus perasaannya namun Nara menggeleng kuat-kuat. "Aku tidak ingin kembali hidup dan mati dalam penyesalan kedua. Aku tidak ingin kehilangan pemuda itu lagi."
Jeonghan hanya bisa menatap tak percaya. Ini Eleft yang mereka bicarakan: pekerja paling giat, gigih, dan berprinsip. Ia selalu tahu apa yang ia ingin raih, ia tahu prinsip yang ada dan harus dibangun dalam dirinya. Barangkali, itulah mengapa Hades menyenangi pekerjaannya. Hanya Eleft selalu menuruti kata-katanya dan melaksanakan misi sebaik yang ia bisa. Eleft tidak peduli kalau ia harus menghadapi manusia-manusia berengsek, ia terikat dengan misinya untuk menghapus orang-orang bejat. "Agar bumi kembali damai, agar tidak ada lagi orang yang mati dengan penyesalan sepertiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]
FanfictionHades ingin pemuda itu mati. Maka ia mengutus Eleft―sang perancang kematian―untuk datang ke bumi, merekam semua data kriminal Wonwoo, lalu menetapkan hari serta rencana yang pas hingga pemuda itu tewas. Namun salah besar bila Eleft pikir misi ini ak...