24; Mistakes

309 64 19
                                    

ITULAH keadilan: dimana orang-orang bejat layak mendapat hukuman.

Seharusnya Nara senang ada seseorang di sisinya, yang setuju dan mengukung pernyataannya. Seharusnya Eleft merasa senang, bahwa ada manusia di bumi yang mengerti tujuan dewa. Seharusnya gadis itu merasa semakin yakin, bahwa semua yang ia lakukan adalah kebenaran. Namun alih-alih, gadis itu malah digandoli perasaan gundah. Yoon Jeonghan jelas tahu bahwa Wonwoo adalah bagian penting dalam hidup Chani―sahabat kekasihnya sendiri (itupun kalau Chani dan Jeonghan memang sudah resmi menjadi sepasang kekasih)―tetapi bukannya mengulik kebenaran kasus kalang kabut layaknya Jihoon dan Seokmin, pemuda itu malah memberi pernyataan gila seperti itu padanya.

Apa ia memberi saran serupa pada Chani? Tidak, Nara yakin tidak. Sebab detik ini pun, ponselnya masih berdenting dan lima puluh persen notifikasinya berasal dari kolom pesan Chani. Gadis itu kerapkali menanyakan soal keadaannya, memberi dukungan terkait kasus Wonwoo, bahkan mengajaknya kembali berkumpul di rumah Jeonghan untuk mendiskusikan kasus ini bersama.

Seolah Jeonghan sendiri setuju bahwa Jeon Wonwoo tidak bersalah.

Lantas, kalimat semalam?

Kalau Jeonghan serius dengan ucapannya dulu, mengapa Nara masih menemukan pemuda itu ikut berkumpul dengan Seokmin, Jihoon, dan Chani saat ia melewati koridor tadi? Mengapa Jeonghan hanya mengatakan ini padanya―pada Nara sendiri?

Seluruh benang pertanyaan hanya menjadi gulungan rumit dalam otak. Semua kalimat, semua percakapan, bahkan seluruh rekaman kejadian kemarin terus terngiang di telinga. Sejak pertemuannya dengan Foniash untuk merancangkan kematian target, tak satupun malam dapat dilewati Nara tanpa mimpi buruk. Bayangan akan darah, raut wajah Wonwoo yang ketakutan, sedih, hampa, semua mulai muncul menjadi bunga tidurnya, mengirim terror, sensasi ngeri, juga perasaan bersalah yang bercampur aduk.

Namun semalam berbeda. Pada akhir mimpinya semalam, ia sempat melihat Yoon Jeonghan berdiri di kegelapan, menatap, melihat, dan tersenyum padanya.

Sebelum kemudian ia akan terbangun dengan napas tersengal dan keringat bercucuran deras. Saat itulah Nara mulai sadar, ada yang aneh dengan pemuda itu.

Telinganya berdenging samar, pelipisnya berdenyut pelan. Tidak, ini tidak bagus. Kim Nara sadar bahwa kini ia semakin jauh dari misinya. Berhari-hari bolos kelas, sekembalinya ia ke universitas, gadis itu malah menghindari Seokmin dan Jihoon. Padahal, tujuan awalnya pergi kuliah adalah untuk mendekati sahabat target.

Padahal misinya ialah mendekati target sampai kasus selesai: sampai kematian target.

Bagaimana bisa pekerja kepercayaan dewa melalaikan tugasnya? Ia bisa dilemparkan ke Thanatos hidup-hidup.

Gadis itu kemudian meraih purse hitamnya dan segera berjalan keluar apartemen. Hanya tiga bulan. Ia tidak boleh menyerah. Walau memang kecewa dengan apa yang Wonwoo lakukan dulu, tetapi Nara tetap harus kembali bangkit. Jeon Wonwoo adalah manusia bejat, jelas ada beberapa catatan kriminal pada data Hades kalau sebelumnya pemuda itu juga seorang pembunuh. Bukankah ini waktu yang pas untuk menyingkap seluruh kebusukannya?

Setelah memastikan pintu apartemennya terkunci, gadis itu kemudian memesan taksi online menuju alamat apartemen Wonwoo.

Hanya tiga bulan.

Ia punya waktu tiga bulan, sebelum akhirnya pemuda itu mati―dalam rancangannya sendiri.

***

Apa kalimat sapaan yang tepat setelah kau mengacuhkan seseorang seminggu penuh?

Well, Nara yakin 'Halo, apa kabar? Sudah lama tidak bertemu,' adalah kalimat basa-basi yang paling basi. Kalimat itu tidak mungkin terlontar tanpa memberi efek canggung yang lebih kental. Tidak pula dengan, 'Aku merindukanmu, aku minta maaf telah menuduhmu malam itu.' Tidak, itu adalah ide buruk. Itu sama saja dengan melumuri wajah dengan lumpur di tengah lapangan kampus.

Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang