「prologue」
LOTENG itu selalu sepi, sarat akan pengunjung, dan terasing dari pusat atensi.
Bukan, bukan sebab letaknya yang menjorok di distrik Timur kota Seoul. Seoul sendiri bukannya kota kecil dengan penduduk minimーtiap insan diberi kebebasan pergi bahkan untuk mengunjungi ujung kota yang jarang menjadi pusat atensi. Bukan pula sebab tempatnya berdebu dan banyak ditinggali seranggaーkendati, well, kalau kau tanya alasan Nara menolak mentah-mentah menapaki langkah ke sana adalah sebab loteng itu melekat dengan bangunan tua yang kumuh dan tak terawat. Barangkali di dalam sudah menjadi hunian tikus dan laba-laba.
Namun menelisik lebih dalam, ternyata loteng kotor itu pernah menjadi bahan gosip di tengah himpunan mahasiswa saat liburan musim panas tiba. Aroma limau beradu dengan wangi bunga, desau angin bersahutan dengan deru ombak laut, suara bocah saat berlari dan berteriak menggema dalam relung memorinya yang sempit. Saat itulah, tertancap betul dalam benak Seokmin pernah berujar, "Pernah mendengar mitos ghaib tentang loteng di timur kota?"
Nara langsung melirik kawannya waspada. Ada rasa was-was dalam hati yang berujung dengan detak jantung melaju ganas.
Apa yang Seokmin tahu?
Namun, tanpa menyadari perubahan ekspresi pada salah satu temannya, Seokmin yang masih menggebu lantas menyugar surai, mengeluarkan ponsel untuk menunjukkan beberapa gambar sebelum kembali berujar, "Loteng ghaib yang ada di distrik Jungnang. Sedikit jauh dan jalannya pun berbelit-belit. Tapi di sanalah kau bisa bertemu ruh orang mati."
Mata Jihoon menyipit, memperhatikan gambar pada layar ponsel Seokmin dengan penuh selidik. Tampak betul seperti loteng berdebu biasaーkecuali fakta bahwa foto ini diambil saat gelap sehingga tampak lebih seram. Antara terkejut atau percaya, Nara rasa Jihoon tidak masuk dalam kubu manapun. Lelaki itu punya kecerdasan yang tak dapat diragukan, akalnya rasional, cara pikirnya lebih sering menuntut logika dibanding mengikuti mitos mistis.
Dugaan Nara terbukti benar ketika Jihoon menyahut sarkas, "Oh? Modus penipuan baru, huh?"
Chani tergelak keras-keras. Kendati tengah sibuk menggulung surai dengan satu tangan sementara tangannya yang lain menggenggam bungkus latte hangat, gadis itu masih menyempatkan diri masuk dalam diskusi dengan sederet pertanyaan, "Memang kalau mitos itu benar, kau ingin bertemu siapa?"
Alih-alih menjawab, Seokmin melirik ke arah Nara dengan tatapan sendu. Oh, tidak. Jangan bawa-bawa topik ini lagi. Gadis itu mengernyit, berusaha menetralkan ekspresi wajah agar tidak terlihat kikuk saat Seokmin menyahut lirih, "Kau tahu siapa."
Kini tatapan Jihoon dan Chani bergulir pada Nara. Ada sebersit kasihan, rasa berduka dan itu membuat Nara merasa muak tiba-tiba. Ia tidak perlu dikasihani seperti ini. Tidak seharusnya ia mendapat tatapan prihatin dari teman-temannya. Gadis itu tidak layakーtidak sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]
FanfictionHades ingin pemuda itu mati. Maka ia mengutus Eleft―sang perancang kematian―untuk datang ke bumi, merekam semua data kriminal Wonwoo, lalu menetapkan hari serta rencana yang pas hingga pemuda itu tewas. Namun salah besar bila Eleft pikir misi ini ak...