13.1; Wish You Could Stay

433 90 3
                                    

UNTUK kesekian kali, satu hal menyakitkan yang menari-nari dalam benak Seokmin adalah kenyataan pedih bahwa esoknya, Lee Jihoon kembali menghadiri kelas seolah tak pernah terjadi apapun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


UNTUK kesekian kali, satu hal menyakitkan yang menari-nari dalam benak Seokmin adalah kenyataan pedih bahwa esoknya, Lee Jihoon kembali menghadiri kelas seolah tak pernah terjadi apapun. Ia tetap menjawab pertanyaan dosen, melempar kritik tajam pada presentasi kelompok lain, bahkan masih dapat singgah ke kantin dan melahap menu makan siang dengan tenang.

Oh, well. Seokmin bukannya sahabat tanpa empati yang mengidamkan Jihoon terkena karma. Namun, ayolah! Setelah sukses menyulut emosi Wonwoo dengan kalimatnya semalam, pemuda itu tidak repot-repot datang dan meminta maafーatau minimal, menghubungi Seokmin dan Chani semalam untuk memberi kabar. Alih-alih demikian, saat Chani mendatangi meja Jihoon di kantin, menghunjami pemuda itu dengan seribu satu omelan panjang, satu-satunya kalimat yang keluar dari mulut si pemuda hanyalah, "Oh, begitu? Baterai ponselku habis dan charger-nya terselip."

Percayalah, saat itu Seokmin harus membatin kata 'sabar' berkali-kali agar tidak kelepasan dan melayangkan tinju kedua pada Jihoon. Lagipula saat menilik wajah sang lawan bicara lebih dekat, seluruh amarah yang tadi menggumpal dalam dada hangus mendadak. Terganti oleh setitik iba kala melihat adanya satu benjolan biru tepat di sudut bibir sang pemuda.

Wonwoo tak main-main saat memukulnya semalam.

"Kau yakin tidak butuh kompres es? Tuan Kim sampai bingung melihat mahasiswa kesayangannya babak belur begitu," kekeh Seokmin, kala keduanya duduk di bangku kantin selepas kelas siang. Jihoon masih sibuk membedah buku yang dipinjamnya minggu lalu, sesekali menyesap lemonade ade dengan lambat dan hati-hatiーtakut menyenggol satu sisi sudut bibirnya yang terluka.

"Ini akan sembuh dalam beberapa hari," Jihoon menyahut datar. Setengah melirik sahabatnya yang mengunyah keripik kentang, pemuda itu kembali bertanya, "Kau tidak ikut kelas bersama Chani?"

Seokmin memberi Jihoon tatapan skeptis. "Kau membayangkan sahabatmu pergi ke kelas profesor Jeong?" Ia mengerutkan wajah dan menggeleng dramatis. "Ayolah, Jihoon! Kupikir kau mengenalku dengan baik."

"Kau tidak akan bisa lulus dengan sikap seperti itu." Jihoon mencebik. Pemuda itu kemudian menyesap minumannya lagi, mendesah tertahan saat lukanya tersenggol sedotan dan menghasilkan nyeri yang luar biasa.

Sahabatnya tergelak. "Aku akan lulusー" kata Seokmin penuh percaya diri, "ーkalau memang waktunya lulus. Sekarang, jelas bukan waktu yang tepat. Jadi berhentilah mengurusi kelulusanku, paham?"

Jihoon memutar bola mata sementara Seokmin tak henti tertawa. Entah apa yang lucu. Dulu Jihoon pikir sahabat-kembarnyaーWonwoo yang memberi julukan demikian, kendati tentu saja Jihoon akan langsung menyanggah tak sudiーyang satu ini hobi melempar lelucon garing dan menghabiskan tiga menit penuh menertawakan kebodohannya sendiri. Fakta mengejutkan lain yang sukses membuat Jihoon mendelik tak habis pikir, adalah ketika ia melihat beberapa beberapa junior bahkan masih membungkuk segan ketika Seokmin lewat di koridor kampus.

Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang