―Sebelum ajal sempat menjemput,
inilah awal bagaimana takdir gila merenggut
SAAT itu pukul sebelas pagi, matahari sudah bertakhta di puncak langit lengkap dengan semilir angin musim semi.
Kim Nara baru menapaki beberapa langkah pada koridor lantai satu saat tiba-tiba Seokminーpemuda yang hobinya membaca berita dan tanpa mencari tahu kebenarannya langsung menggosipkan di tempat umumーmenghampirinya dengan napas terengah. "Akhirnyaー" Pemuda itu menjeda, membungkuk seraya menyeka keringat di wajah. Surainya yang awut-awutan berusaha ditepis dari pandangan saat berkata, "akhirnya kau datang juga."
Nara tak dapat menahan diri untuk tidak mengerutkan alisーwalau ia ingat pernah membaca artikel kecantikan yang menyatakan bahwa terlalu sering mengerutkan alis sama dengan melukis kerutan di usia muda, perlahan berpotensi membuatmu terlihat tua sebelum waktunya (artikel payah yang Hades sarankan entah untuk apa). Tetapi, well, sejujurnya gadis itu tak terlalu peduli. Kalau tugasnya di bumi selesai, ia tak perlu repot-repot berdandan lagi, tak perlu bersusah-payah membaca buku hingga larut malam demi mempertajam otak, tak usah juga merawat citra diri hanya demi diperhatikan orang.
Tubuh yang dipakainya ini toh hanya sementara.
"Saat kau pergi kemarin, Wonwoo bolos kelas. Lagi. Ini sudah yang ketiga kali," Seokmin berujar panik, kedua iris coklatnya menyipit dengan helaan napas keras tatkala menyambung dengan cerocosan panjang, "Sebentar lagi minggu-minggu ujian, Profesor Kim pasti tidak mentolerir keterlambatan siswa. Wonwoo memang sahabat kita, tetapi kau tahu sendiri bagaimana keras kepalanya pemuda itu. Ia selalu saja menyendiri di saat seperti ini, membuat semua orang khawatir danー"
"Kapan terakhir kali sosial medianya online?"
Nara tanpa sadar sudah mengepal tangan, nada bicaranya walau tenang tetap mengandung risau yang tak dapat disembunyikan. Bukan perkara ujian, dirinya membatin. Bukan pula masalah Profesor Kim mau menerima kedatangan Wonwoo atau tidak. Tetapi dalam empasan memori di antara sekat benak, tentu Nara masih mengingat jelas bagaimana terakhir kali kaburnya Wonwoo nyaris membawa malapetaka.
Dan itu sama sekali bukan hal bagus.
Gadis itu mulai mengeraskan rahang, mencengkram erat ujung tas ketika Seokmin menjawab, "Pukul empat pagi semalam. Tapi dia sama sekali tidak membalas pesanku, tidak pula menjawab telepon Jihoon dan Chani. Apa ia meneleponmu?"
Semalam. Pukul empat pagi.
Nara buru-buru mengecek ponselnya. Setelah pulang dari mengerjakan tugas di rumah Hyebin sampai pukul satu dini hariーtugas kelompok mengenai perhitungan statistika sialanーgadis itu tak sempat mengecek ponsel sebab rasa penat sudah menggelantung di kelopak mata. Tetapi siapa sangka keteledorannya ini mengundang sebuah malapetaka?
Seketika, jemarinya membeku. Matanya terpaku melihat notifikasi di sekujur layar ponsel;
Jeon Wonwoo ー 5 missed calls.
"Apa ada masalah?" Nara tak sadar nadanya berubah panik saat melanjutkan, "Katakan, apa yang membuat Wonwoo bolos kali ini?"
Ekspresi Seokmin melunak barang sepersekon kemudian. Tampak seolah menimbang-nimbang untuk memilah kata, tetapi kala melihat kedua bola mata Nara yang menatap penuh harap sekaligus putus asa, pemuda itu tak kuasa untuk tidak menjawab, "Ada rumor buruk mengenai ibu tirinya. Lagi. Aku mencoba untuk menemuinya semalam, tetapi ia tidak ada di apartemennya. Tolonglah, Nara. Tolong. Kau tahu seberapa nekadnya pemuda itu kalauー"
Selebihnya, Nara tak lagi dengar. Gadis itu sudah keburu berbalik dan melesat pergi, menggumamkan terima kasih walau lirih (entah Seokmin dengar atau tidak, pemuda itu punya suara melengking yang tak sepadan dengan kepekaan telinga).
KAMU SEDANG MEMBACA
Atonal Euphonious [Jeon Wonwoo]
FanfictionHades ingin pemuda itu mati. Maka ia mengutus Eleft―sang perancang kematian―untuk datang ke bumi, merekam semua data kriminal Wonwoo, lalu menetapkan hari serta rencana yang pas hingga pemuda itu tewas. Namun salah besar bila Eleft pikir misi ini ak...