"Gala, bangun!" Genta terus mengguncang tubuh Gala.
Tak ada respon.
Genta sudah hampir hilang kesabaran. Ia mengacak rambutnya frustasi. Matanya memanas.
"Please, bertahan, Gal. Jangan tinggalin orang-orang yang sayang sama lo.”Cowok itu menoleh, "Akbar bantuin Abang ya." Ucapnya. "Akbar keluar cari bantuan.Gala harus dibawa ke rumah sakit secepatnya."
Anak itu mengangguk, kemudian membuka pintu mobil.
.
Di rumah sakit,
Tubuh kecil Akbar berguncang hebat. Genta sampai harus memeluknya agar ia tidak sampai jatuh.
"Akbar, Gak apa-apa."Genta menepuk punggung anak itu, membuatnya semakin terisak. "Abang gak apa-apa. Akbar jangan nangis."Akbar menggeleng kuat. "Jangan lakuin ini, Bang. Akbar gak mau Abang pergi."
"Abang harus lakuin ini. Abang harus selametin Bang Gala." Ucap Genta. "Akbar jangan nangis. Jagoan gak boleh nangis."
Genta mengendurkan pelukannya, kemudian menjauh, meninggalkan anak itu.
Akbar hanya bisa menangis menatap punggung cowok itu mengecil. Ia memang masih kecil, tapi ia sudah cukup pandai untuk mengerti. Mendonorkan organ penting tubuh sama artinya dengan menyerahkan hidup pada seseorang.
Dan itulah yang dilakukan Genta, untuk menyelamatkan hidup Gala.
Lima hari berselang,
Seberkas senyum muncul di wajah Akbar menyambut sadarnya cowok itu. tangan cowok itu bergerak, dan Akbar bisa melihat pupil cowok itu juga bergerak dari balik kelopak matanya yang masih tertutup.
"Bang," Lirih Akbar.
Gala merespon, perlahan ia membuka matanya.
Gala mengedarkan pandangan ke sekitar. Terlihat ruangan bercat putih dan alat medis sejauh matanya memandang. "Gue dimana?" Tanyanya.
"Abang ada di rumah sakit."
Gala menegakkan punggungnya, "Udah berapa lama Abang disini?"
"Lima hari."
Gala membulatkan mata, "Selama itu?"
Akbar mengangguk,
"Genta dimana?"
Anak itu terdiam. Perlahan, matanya memburam.
"Akbar, jawab Bang Gala. Genta dimana?"
Anak itu menggeleng, takmenjawab. Hal yang didengar Gala setelahnya hanyalah isakan darinya. Dan itu jelas berarti satu hal, terjadi sesuatu padanya.
"A-apa maksudnya?" Tanya cowok itu. Melihat reaksi Akbar, membuatnya semakin risau saja.
Akbar mengambil sebuah amplop dari atas nakas, kemudian memberikannya pada Gala.
"Bang Genta minta Akbar supaya kasih itu ke Bang Gala."
Cowok itu meraih amplop tersebut, kemudian membaca isinya. Matanya terbelalak, dan ia merasakan getaran luar biasa di tangannya. "G-gak mungkin." Lirihnya. Ia menoleh pada Akbar, menuntuk penjelasan darinya.
Akbar menjawab dengan sebuah gelengan. “Akbar gak bisa cegah Bang Genta.” Ucapnya, tersamar di antara isakannya. “Bang Genta bilang dia harus selametin Bang Gala.”
KAMU SEDANG MEMBACA
DELICATE
Teen FictionSEKUEL MANGGALA Ketika semesta kembali memainkan permainannya, menghadapkan pada dua pilihan berat. Menyerah, atau bertahan dan membiarkan semuanya berantakan. ... Bermula dari tantangan konyol demi sebuah tiket liburan, Gala dan Moza tak menyangka...