Genta mengusap peluh di keningnya. Dengan susah payah, cowok itu meneguk saliva-nya. Ini akan benar-benar jadi bencana besar. Gimana enggak coba, tiba-tiba Mamanya Gala datang dan mengejutkannya.
"Kok Mama kesini?" Cowok itu berusaha bersikap senormal mungkin di depan Mamanya Gala. Ini tidak ada dalam perjanjian. Ia bahkan sama sekali tidak tahu, bagaimana cara Gala bersikap pada Mamanya.
Wanita setengah baya itu mengusap lembut rambut cowok itu. "Mama mau jemput kamu."
Genta menelan ludah. Pulang ke rumahnya Gala? Dengan Mamanya? Sepertinya hari ini akan benar-benar panjang. "Ini masih lama."
"Mama tunggu.".
"Selamat datang, Pangeran curut!" Sambut Moza, tepat setelah pintu utama terbuka.
"HAAAA!" Kejut Genta. Ia langsung terjingkat ketika tiba-tiba Moza muncul di hadapannya, tepat setelah pintu terbuka.
Tingkah refleks cowok itu sontak saja membuat Moza dan Mama Maya tertawa.
"Aduh. Kasian banget sih pangeran curut ini." Ucap Moza gemas, kini cewek itu mencubit pipi Genta.
Genta benar-benar tidak tahu harus apa sekarang. Sungguh ia ingin sekali menepis tangan cewek itu, tapi sepertinya itu akan berlebihan.
Terlebih, ia juga tak mengerti sama sekali, sebenarnya ada apa dengan cewek ini? Dua kali cowok itu bertemu dengannya, dan dua kali itu juga cewek itu bertingkah di luar dugaan. Pertama memeluk, dan sekarang mencubit pipi.
"Cobaan apalagi ini, Tuhan?!! Ini cewek kenapa sih?" Batin cowok itu.
Genta menoleh pada wanita paru baya yang tadi datang bersamanya, memohon pertolongan.
Sementara wanita paru baya itu masih terkekeh melihat kemalangannya.
"Eh udah dong, gak enak dilihatin orang." Genta mencoba menjelaskan pada si cewek.
"Orang siapa?" Moza celingukan. "Gaada yang lihat tuh. Cuma ada Tante Maya. Tante udah kasih gue ijin kok buat aniaya lo." Godanya.
"Salah gue apa?" Polos cowok itu.
"Banyak." Balas cewek itu.
Genta hanya bisa geleng-geleng kepala, sembari sesekali meneguk salivanya melihat kelakuan cewek itu. Entah apa yang akan terjadi setelah ini, ia ragu itu akan baik.
"Nyesel gue kesini." Rutuk Genta dalam hati. Namun apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Ia sudah terlanjur kesini dan semua orang mengenalnya sebagai Gala.
"Eh, sudah sudah." Mama Maya melirik ekspresi gugup cowok itu. "Gak kasihan apa lihat anak Tante sampai salting gitu?"
"Seriusan, Tan? Emang iya?" Goda Moza.
Genta mulai gelagapan, "A-aku ke kamar dulu." Pamitnya, kemudian bergegas naik ke lantai dua, menuju ke kamar Gala, mengabaikan suara cekikikan di belakang.
Genta tidak terlalu asing dengan rumah itu, karena ia pernah kesini sebelumnya.
.
Di kamar,
Genta mondar-mandir, menunggu panggilannya tersambung.
"Gal, gawat." Ucap cowok itu sesaat setelah panggilan tersambung.
"Ada apa?"
"Tadi Mama lo dateng. Trus dia bawa gue ke rumah lo."
"What?! Trus sekarang lo dimana?"
"Di kamar lo."
"Ok, lo kabur aja lewat jendela. Nanti gue kesana."
"Gak bisa. Di bawah ada cewek, mungkin dia cewek lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
DELICATE
Teen FictionSEKUEL MANGGALA Ketika semesta kembali memainkan permainannya, menghadapkan pada dua pilihan berat. Menyerah, atau bertahan dan membiarkan semuanya berantakan. ... Bermula dari tantangan konyol demi sebuah tiket liburan, Gala dan Moza tak menyangka...